Senin, 30 April 2012

Askep Pneumothorax



LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN

DENGAN PNEUMOTHORAX





OLEH :


FITRIYAH FADLIYAH

NIM : 04.033


DINAS KESEHATAN
PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
AKADEMI KEPERAWATAN
2005 / 2006

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN PNEUMOTHORAX

1.       KONSEP DASAR  MEDIS
1.1         Pengertian
Pneumothorax adalah keadaan  terdapatnya  udara atau  gas dalam  rongga pleura (Slamet Surdjono, 2001 : 939)

1.2         Etiologi
1.2.1         Pneumothorax dibagi menjadi dua :
1.2.1.1   Pneumothorax Spontan
1.      Pneumothorax Spontan Skunder (PGS), disebabkan oleh :
a.       PPOK
b.       Asma Brontial
c.       Pnemonia
d.      Tumor paru
2.      Pneumothorax spontan primer
(Penyebabnya belum diketahui)
1.2.1.2   Pneumothorax Traumatik
1.       Pneumothorax Traumatik  bukan latiogenik, disebabkan oleh :
a.       Jenis dinding dada terbuka/tertutup.
b.       Baratrauma .
2.       Pneumothorax traumatik  latrogenik, disebabkan oleh tindakan medis, dibagi :
a.        Pneumothorax traumatik  latrogenik  oksinental, disebabkan oleh :
-     Parasentasis dada.
-     Biopsi pleural, biopsi tranbionkial, biopsi /aspirasi paru.
-     Karulasi vena sentral.
-     Barantrauma (mechanikal ventilation).
b.        Pneumothorax traumatik  introgenik
-     Terapi Tuberkolosis

1.3         Portofisiologi 
1.3.1         Pneumothorax Spontan Primer
Terjadi karena robeknya suatu kantong  dekat pleura ulseralis, menyebabkan kerusakan   opeks paru yang berhubungan dengan iskemia  atau distensi  yang lebih besar pada alveoli darah  opeks paru akibat  tekanan  pleura yang negatif sehingga terbentuk bulla, dan pada satu atau  dua ruang berisi  udara dalam bentuk  bleb yang apabila pecah dapat terjadi Pneumothorax, penyebabnya masih belum jelas (bisa terjadi pada orang-orang yang tanpa aktivitas, istirahat).

1.3.2         Pneumothorax Spontan Sekunder
Akibat pecahnya bleb  useralis  atau   bulla  pleura  dan sering berhubungan  dengan penyakit paru yang mendasarnya misalnya PPOK, asma bronkial, pneumonia, tumor paru.

Robekan  kantong udara dekat
Pleura useralis

Kerusakan apeks paru
 

Iscemia atau distensi  lebih besar pada olveoli
akibat tekanan  pleura –

Bulla pada satu atau dua orang
 

Pecah

Pneumothorax
Spontan Skunder


Berhubungan dengan  penyakit  paru yang  mendasarnya, misalnya :
-          PPOK
-          Asma Bronkial
-          Pneumonia
-          Tumor paru
 
Preumotorax
Spontan Primer
(Penyebabnya belum diketahui)


 
Pneumothorax

 







1.4         Klasifikasi
1.4.1         Pneumothorax dibagi menjadi dua :
1.4.1.1  Pneumothorax Spontan
Adalah Pneumothorax yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab  (trauma apapun latrogenik), ada 2 jenis, yaitu :
1.       Pneumothorax Spontan Primer (PSP)
Adalah suatu Pneumothorax  yang terjadi tanpa ada riwayat penyakit  paru yang mendasari sebelumnya,  umumnya pada individu sehat, dewasa muda tidak berhubungan dengan  aktivitas, fisik berat tetapi  justru pada saat istirahat  sampai sekarang  belum diketahui penyebabnya.
2.       Pneumothorax Spontan Sekunder (PSS)
Adalah Pneumothorax  yang terjadi karena penyakit  paru yang mendasarnya.

1.4.1.2  Pneumothorax Traumatik
Adalah Pneumothorax  yang terjadi akibat suatu Penetrasi ke dalam rongga pleura  karena luka tusuk atau  luka tembak  atau tusukan jarum / karet, ada 2 jenis :
1.       Pneumothorax traumatik bukan latrogenik
Adalah Pneumothorax  yang terjadi karena bekas kecelakaan, misalnya bekas  dinding dada terbuka/tertutup.
2.       Pneumothorax traumatik latrogenik
Adalah Pneumothorax  yang terjadi akibat tindakan  oleh tenaga medis, dibagi menjadi 2  jenis:
-    Pneumothorax traumatik latrogenik oksidental
Adalah  Pneumothorax yang terjadi akibat  tindakan medis karena kesalahan /komplikasi tindakan tersebut.
-    Pneumothorax traumatik latrogenik antifisial
Adalah Pneumothorax yang sengaja dikerjakan  dengan cara mengisi  udara ke dalam rongga pleura melalui  jarum dengan  suatu alat  melalui box.

1.5         Manifestasi Klinis
1.5.1   Sesak dapat sampai berat, kadang bisa sampai hilang dalam 24 jam apabila sebagian paru  yang kolaps  sudah mengembang kembali.
1.5.2   Distres  pernapasan berat, agitasi, sianosis, dan  takipnea berat.
1.5.3   Takikardi  dan peningkatan awal  TD diikuti  dengan hipotensi  sesuai dengan penurunan  curah jantung.

1.6         Pemeriksaan Fisik
1.6.1  Suara napas melemah sampai menghilang , fremitus  melemah  sampai menghilang.
1.6.2  Perkusi dapat normal atau hipersonor.
1.6.3  Pneumothorax  ukuran kecil  gejalanya berupa  takikardi ringan dan tidak khas.
1.6.4  Pneumothorax ukuran besar biasanya terdapat jelas  suara napas yang lemah pada  auscoltasi, fremitus traba  menurun dan hipersonor.
1.6.5  Pneumothorax tersion dicurigai  apabila didapatkan  takikardi berat, hipotensi dan pergeseran  mediastrinem atau trakhea.

1.7         Pemeriksaan penunjang
1.7.1  Pemeriksaan Laboratorium
AGD Arteri  amemberikand gambaran  Hipoksemia meskipun kebanyakan pasien sering tidak diperiksa keberadaannya.
1.7.2  Pemeriksaan EKG
Pneumothorax primer paru kiri sering menimbulkan perubahan  sksis QRS dan gelombang T  Prekordial pada rekaman EKG ditafsirkan sebagai  IMA.
1.7.3  Pemeriksaan Radiologi
Tampak gambaran sulkus Kostrofenikus radidusen, sedang Pneumothorax  tersier pada gambaran foto dadanya tampak jumlah udara  termitoraks  yang cukup besar dan susunan mediastinum kontralateral bergeser.

1.8         Komplikasi
1.8.1  Pro - Pasumotoraks
1.8.2  Hidro – Preumotoraks
1.8.3  Hemo – Pneumothorax
1.8.4  Henti jantung paru
1.8.5  Kematian

1.9         Diagnosa Banding
1.9.1  Infark Motord
1.9.2  Emboli paru
1.9.3  Preumenia
1.9.4  Enifisema paru

1.10     Katalaksanaan
1.10.1     Pasien dengan Pneumothorax  ukuiran kecil dan stabil
Biasanya  diobservasi   dalam beberapa hari  (minggu) dengan foto dada  serial tanpa harus  dirawat inap di rumash sakit.
1.10.2     Pasien dengan  Pneumothorax kecil, luas, unilateral dan stabil.
Tanpa gejala  diperbolehkan berobat jalan  dan dalam 2-3 tahun  pasien harus kontrol lagi.
1.10.3     Pasien dengan Pneumothorax  dengan klinis tidak sesak  dan luas Pneumothorax < 15 %
Cukup diobservasi  jiia didapatkan  panyakit paru yang mendasarinya  dipasang WSD jika ada  batuk dan nyeri dada, diobati  secara sistematis, selanjutnya disesuaikan  foto dada setiap 12-24 jam  selama 2 hari.


2        KONSEP DASAR  ASUHA KEPERAWATAN
2.1  Angkatan
2.1.1   Anamneso
2.1.1.1  Biodata
Pria lebih banyak  dari pada wanita dengan perbandingan 5 : 1.
2.1.1.2  Keluhan utama
Nyeri dada unilateral.
2.1.1.3  Riwayat penyakit sekarang
Nyeri dada unilateral  meningkat karena  pernapasan timbul  gejala batuk, nyeri menjalar ke paru atau lengan pada bagia  yang sakit, oksprea dengan aktifitas  ataupun istirahat sampai pada  kesulitan bernafas, takikardi, gelisah.
2.1.1.4  Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat trauma, POK, asma bronkial, preumonia, tumor paru, riwayat bedah dada.
2.1.1.5  Riwayat penyakit keluarga
Dalam keluarga ada yang menderita TBC, Preumonia, Kanker.
2.1.1.6  Riwaayt Psiko, sosio, spiritual
Klien ketakutan dan gelisah (ansietas), bingung.
2.1.1.7  Aktivity Daily Life (ADL)
1. Nutrisi                    :  Adanya pemasangan IV vena sentral/ infus tekanan
2. Aktivitas                : Dispinoa dengan aktifitas atuaa isturahat.
3. Istitrahat tidur        :  Terganggu karena dispnoa.
4. Elimirasi                 :  Cenderung tidak mengalami perubahan.
5. Personal hygiene    :  Penurunan kemampuan dalam menjaga kebersihan.

2.2  Pemeriksaan
2.2.1        Pemeriksaan fisik
2.2.1.1   wajah  :Perilaku distraksi, mengkerutkan wajah
2.2.1.2         Therak: I :Penggunaan otot bantu pernafasan pada dada, leher, retraksi interkostae, okspirasi abdominal kuat
 P :Gerakan dada tidak sama (paradokak) bila trauma ataukrikes penurunan pengembangan torak (arrea yang sakit).
 P :Hiperresonan di atas area terisi udara (preumoterak), bunyi pekek di atas area yang terisi cairan
 A  :Bunyi nafas menurun atau tidak ada
2.2.1.3  Kulit: Pusat sianosis, berkeringat, krepilasi sub ceton(udara pada jaringan dengan polpasi)

2.2.2        Pemeriksaan penunjang
2.2.2.1   Pemeriksaan laboratorium
AGD arteri memberikan jembatan hipersemia.

2.2.2.2    Pemerikasaan EKG
Preumotheras primer paru kiri sering menimbulkan perubahan atas QRS dan T prekerdal pada tekanan EKG ditafsirkan sebagai IMA
2.2.2.3  Pemerksaan radiologi
Menyatakan akumulasi udara hemiteraks yang cukup besar dan susunan mediatinun kontrakteral bergeser.
2.2.2.4  GDA
Variabel  tergantung dari  derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan  mengkompensasi PoCO2 kadang-kadang meningkat,   PoCO2  normal atau menurun, saturasi O2 biasanya menurun.
2.2.2.5  Parasentesis
Menyatakan darah /cairan serasongurosa (Herrethoraks).
2.2.2.6  ND
Menurun,  menunjukkan  kehilangan darah.

2.3  Rumusan  diagnosa  keperawatan
2.3.1   Pola napas  tak efektif,  berhubungan dengan :
2.3.1.1  Penurunan ekspansi paru
2.3.1.2  Gangguan maskuloskeleral
2.3.1.3  Nyeri atau ansietas
2.3.1.4  Proses inflamasi
2.3.1.5  Tujuan
Menunjukkan pola pernapasan  normal/ efektif  dengan GDA  dalam rentang  normal, bebas sianosis dan tanda/gejala hipoksia.
2.3.1.6  Intervensi  dan rasional
1.      Evaluasi fungsi pernapasan, calah kecepatan pernapasan.
R/ Distresa  pernafasan  dan perubahan tanda  vital  dapat terjadi sebagai akibat  sterss fisiologi.
2.      Auscultasi  bunti nafas
R/ Bunyi nafas dapat menentukan  atau tak ada pada lobus , segmen paru atau seluruh area  paru area alektasis tak ada bunyi nafas.


3.      Catat  pengembangan dada dan posisi trakea
R/ Pengembangan dada  sama dengan ekspansi paru, deviasi trakea  dari area sisi yang sakit  pada tegangan preumatorax.
4.      Kasi vokal sianitas
R/ Suara dari taktik  stimulus (urbrasi) menurun pada jaringan.
5.      Pertahankan  posisi nyaman  biasanya  dengan peningian kepala tempat tidur.
R/ Meningkatkan inspirasi maksismal, meningkatkan ekspansi  paru dan ventilasi  pada sisi  yang tak sakit.
6.      Catat karakter / jumlahdrainase sedang dada
R/ Berguna dalam mengevaluasi  perbaikan kondisi/terjadinya komplikasi atau perdarahan yang memerlukan  upaya intervensi.
7.      Kolaborasi kerja  seri foto thorak
R/ Mengeawasi kemajuan   perbaikan hemathoraks /preumatoraks  dan ekspansi paru.
8.      Kolaborasi awasi/gambaran  sen GDA dan aksimetri
R/  Mengkaji  status  pertukaran gas dan ventilasi paru untuk kelanjutan atau gangguan dalam terapi.

2.3.2   Resiko tinggi  terhadap penghentian  nafas atau trauma berhubungan dengan  :
2.3.2.1  Penyakit saat ini/proses cidera.
2.3.2.2  Tergantung pada alat  dari luar (sistem drainase dada).
2.3.2.3  Kurang pendidikan, keamanan atau pencegahan.
2.3.2.4  Tujuan :
Mengenal kebutuhan / mencari bantuan  untuk mencegah komplikasi  dan pemberian perawatan  atau memperbaiki atau menghinari  lingkungan dan cahaya fisik.
2.3.2.5  Intervensi dan rasional.
1.      Jelaskan  pada pasien  tentang tujuan  atau fungsi unit drainase, dada catat, gambaran keamanan.
R/ Informasi tentang bagaimana  sistem keja memberikan  keyakinan menurunkan  arsietas pasien.
2.      Pasangkan kateter  thorak ke dinding  dada dan berikan  penunjang sedang ekstra
R/ Mencegah  terlepasnya  cateten dada  atau selang terlipat  dan menurunkan nyeri  ketidak nyamanan sampai dengan  peralikan selang.
3.      Amankan anti drainase  pada tempat tidur pasien
R/ Mempertahakan posisi duduk tinggi  dan menurunkan resiko kecelakaan  jatuh/unit pecah.
4.      Awasi sisi lubang  pemasanagan selang catat kondisi  kulit
R/ Adanya kulit yang berwarna kemerahan  dan suhu yang tinggi menunjukkan  adanya proses peradangan.
5.      Anjurkan pasien menghindari  terbaring /menarik selang
R/ Menurunkan resiko abstruksi drainase/terlepasnya selang.
6.      Observasi tanda  distress pernapasan bila  cateter thorax lepas
R/ Preumatorax  dapat terulang / memburuk  karena mempengaruhi  fungsi pernapasan  dan memerlukan  intervensi darurat.

2.3.3   Nyeri berhubungan dengan  :
2.3.3.1  Faktor-faktor biologis
2.3.3.2  Faktor-faktor fisik  (pemasangan selang dada)
2.3.3.3  Tujuan :
Pasien mengalami penurunan  nyeri dengan mengatakan  nyerinya berkurang.
2.3.3.4  Intervensi dan  rasional
1.     Dorong pasien  menyatakan perasaan tentang nyeri.
R/ Rasa takut  dapat meningkatkan tegangan  otot menurunkan  ambang persepsi  nyeri.
2.     Adanya teknik relaksasi
R/ Teknik raksasa dapat mengurangi  ketegangan otot, melancarkan  sirkulasi sehingga  mengurangi nyeri.
3.     Kolaborasi berikan  analgesik
R/ Berfungsi  relaksasi  otot, melancarkan sirkulasi  darah  dan mengurangi nyeri.

2.3.4   Gangguan pertukaran  gas berhubungan dengan penurunan  suplai O2
2.3.4.1  Tujuan
Pasien mempertahankan  pertukaran gas  dibuktikan dengan status  mental normal, warna kulit dan darah  dalam deras normal.
2.3.4.2  Intervensi dan  Rasional
1.      Observasi  tanda dan gejala  hipoksemia
R/ Adanya hipoksemia  menunjukkan rendahnya  kadar O2 yang ada dalam darah  karena kerusakan  dalam pertukaran gas.
2.      Berikan waktu istirahat  untuk mengurngi kebutuhan O2
R/ Penurunan konsumsi  komsumsi kebutuhan  O2 mengurangi  dispresi  dan menurunkan beban  kedua paru.
3.      Observasi frekuensi  kedalam dan kemudahan  pernafasan
R/ Pernafasan meningkat  sebagai akibat dari nyeri  tumor peningkatan kerja  nafas dan sianosis dapat menunjukkan  peningkatan konsumsi O2.
4.      Pantau hasil pemeriksaan GDA
R/ Penurunan  PaO2 atau peningkatan PaCO2  menunjukkan kebutuhan  dukungan ventilasi.
5.      Kolaborasi berikan  O2 melalui  rasal konula /masker pemasaran
R/ Mencegah / menurunkan atelektasi dan meningkatkan  ekspansi  jalan nafas kecil.

2.3.5   Kurang pengetahuan mengenai  kondisi, aturna pengobatan  berhubungan dengan kurang terpapan pada informasi.
2.3.5.1   Tujuan :
Menyatakan pemahaman  penyebab masalah  (bila tahu), mengidentifikasi  tanda/ gejala  yang memerlukan  evaluasi medik  dan mengikuti program  pengobatan dan menunjukkann  perubahan pola  hidup  yang perlu untuk mencegah  berulangnya masalah.
2.3.5.2   Intervendi dan Rasional
1.      Diskusikan  diagnosa, rencana terapi saat ini dan hasil yang diharapkan
R/ Memberikan informasi  khusus individu, membuat pengetahuan  untuk belajar lanjut  manajemen di rumah.
2.      Kaji Patologi  masalah individu
R/ Informasi menurunkan  takut  karena ketidak tahuan memberikan  dasar untuk pemahaman kondisi diramik dan pentingnya   intervensi terapeutil.
3.      Identifikasi kemungkina kambuh/komplikasi jangka panjang
R/ Penyakit  paru yang ada  seperti PPOM  berat dan keganasan  dapat meningkatkan insiden  kambuh.
4.      Observasi  ulang tanda/gejala yang memerlukan  evaluasi medik cepat
R/ Berulangnya Preumatorax  memerlukan intervensi medik untuk mencegah/menurunkan  potensial komplikasi.
5.      Observasi ulang  praktek kesehatan yang baik
R/ Mempertahankan kesehatan  unum meningkatkan  penyembuhan dan mencehan kekambuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Hadak dan gall, (1997), Keperawatan Kulit Volume I, EGC: Jakarta.

Manlyn E Doengoes, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3, EGC : Jakarta.

Slamet Suyono, (2001), Ilmu Penyakit Dalam  Jilid II, FKUL : Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar