LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN PNEUMOTHORAX
OLEH :
FITRIYAH FADLIYAH
NIM : 04.033
DINAS KESEHATAN
PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN
AKADEMI KEPERAWATAN
2005 / 2006
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN PNEUMOTHORAX
1. KONSEP DASAR MEDIS
1.1
Pengertian
Pneumothorax adalah keadaan terdapatnya
udara atau gas dalam rongga pleura (Slamet Surdjono, 2001 : 939)
1.2
Etiologi
1.2.1
Pneumothorax
dibagi menjadi dua :
1.2.1.1 Pneumothorax Spontan
1. Pneumothorax Spontan Skunder (PGS),
disebabkan oleh :
a. PPOK
b. Asma Brontial
c. Pnemonia
d. Tumor paru
2. Pneumothorax spontan primer
(Penyebabnya belum diketahui)
1.2.1.2 Pneumothorax Traumatik
1. Pneumothorax Traumatik bukan latiogenik, disebabkan oleh :
a. Jenis dinding dada terbuka/tertutup.
b. Baratrauma .
2. Pneumothorax traumatik latrogenik, disebabkan oleh tindakan medis,
dibagi :
a.
Pneumothorax
traumatik latrogenik oksinental, disebabkan oleh :
- Parasentasis dada.
- Biopsi pleural, biopsi tranbionkial,
biopsi /aspirasi paru.
- Karulasi vena sentral.
- Barantrauma (mechanikal ventilation).
b.
Pneumothorax
traumatik introgenik
- Terapi Tuberkolosis
1.3
Portofisiologi
1.3.1
Pneumothorax
Spontan Primer
Terjadi
karena robeknya suatu kantong dekat
pleura ulseralis, menyebabkan kerusakan
opeks paru yang berhubungan dengan iskemia atau distensi
yang lebih besar pada alveoli darah
opeks paru akibat tekanan pleura yang negatif sehingga terbentuk bulla,
dan pada satu atau dua ruang berisi udara dalam bentuk bleb yang apabila pecah dapat terjadi Pneumothorax,
penyebabnya masih belum jelas (bisa terjadi pada orang-orang yang tanpa aktivitas,
istirahat).
1.3.2
Pneumothorax
Spontan Sekunder
Akibat
pecahnya bleb useralis atau
bulla pleura dan sering berhubungan dengan penyakit paru yang mendasarnya misalnya
PPOK, asma bronkial, pneumonia, tumor paru.
Robekan
kantong udara dekat
Pleura useralis
Kerusakan apeks
paru
Iscemia atau distensi lebih besar pada olveoli
akibat tekanan pleura –
Bulla pada satu
atau dua orang
Pecah
|
|
1.4
Klasifikasi
1.4.1
Pneumothorax
dibagi menjadi dua :
1.4.1.1 Pneumothorax Spontan
Adalah Pneumothorax
yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab (trauma apapun latrogenik), ada 2 jenis,
yaitu :
1. Pneumothorax Spontan Primer (PSP)
Adalah suatu Pneumothorax yang terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya, umumnya pada individu sehat, dewasa muda
tidak berhubungan dengan aktivitas,
fisik berat tetapi justru pada saat
istirahat sampai sekarang belum diketahui penyebabnya.
2. Pneumothorax Spontan Sekunder (PSS)
Adalah Pneumothorax yang terjadi karena penyakit paru yang mendasarnya.
1.4.1.2 Pneumothorax Traumatik
Adalah Pneumothorax yang terjadi akibat suatu Penetrasi ke dalam
rongga pleura karena luka tusuk
atau luka tembak atau tusukan jarum / karet, ada 2 jenis :
1. Pneumothorax traumatik bukan latrogenik
Adalah Pneumothorax yang terjadi karena bekas kecelakaan,
misalnya bekas dinding dada
terbuka/tertutup.
2. Pneumothorax traumatik latrogenik
Adalah Pneumothorax yang terjadi akibat tindakan oleh tenaga medis, dibagi menjadi 2 jenis:
- Pneumothorax traumatik latrogenik
oksidental
Adalah Pneumothorax yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan /komplikasi
tindakan tersebut.
- Pneumothorax traumatik latrogenik
antifisial
Adalah Pneumothorax yang
sengaja dikerjakan dengan cara
mengisi udara ke dalam rongga pleura
melalui jarum dengan suatu alat
melalui box.
1.5
Manifestasi
Klinis
1.5.1 Sesak dapat sampai berat, kadang bisa
sampai hilang dalam 24 jam apabila sebagian paru yang kolaps
sudah mengembang kembali.
1.5.2 Distres
pernapasan berat, agitasi, sianosis, dan
takipnea berat.
1.5.3 Takikardi
dan peningkatan awal TD
diikuti dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah jantung.
1.6
Pemeriksaan
Fisik
1.6.1 Suara napas melemah sampai menghilang ,
fremitus melemah sampai menghilang.
1.6.2 Perkusi dapat normal atau hipersonor.
1.6.3 Pneumothorax ukuran kecil
gejalanya berupa takikardi ringan
dan tidak khas.
1.6.4 Pneumothorax ukuran besar biasanya
terdapat jelas suara napas yang lemah
pada auscoltasi, fremitus traba menurun dan hipersonor.
1.6.5 Pneumothorax tersion dicurigai apabila didapatkan takikardi berat, hipotensi dan
pergeseran mediastrinem atau trakhea.
1.7
Pemeriksaan
penunjang
1.7.1 Pemeriksaan Laboratorium
AGD Arteri amemberikand gambaran Hipoksemia meskipun kebanyakan pasien sering
tidak diperiksa keberadaannya.
1.7.2 Pemeriksaan EKG
Pneumothorax primer paru kiri
sering menimbulkan perubahan sksis QRS
dan gelombang T Prekordial pada rekaman
EKG ditafsirkan sebagai IMA.
1.7.3 Pemeriksaan Radiologi
Tampak gambaran sulkus
Kostrofenikus radidusen, sedang Pneumothorax
tersier pada gambaran foto dadanya tampak jumlah udara termitoraks
yang cukup besar dan susunan mediastinum kontralateral bergeser.
1.8
Komplikasi
1.8.1 Pro - Pasumotoraks
1.8.2 Hidro – Preumotoraks
1.8.3 Hemo – Pneumothorax
1.8.4 Henti jantung paru
1.8.5 Kematian
1.9
Diagnosa
Banding
1.9.1 Infark Motord
1.9.2 Emboli paru
1.9.3 Preumenia
1.9.4 Enifisema paru
1.10 Katalaksanaan
1.10.1 Pasien dengan Pneumothorax ukuiran kecil dan stabil
Biasanya diobservasi
dalam beberapa hari (minggu)
dengan foto dada serial tanpa harus dirawat inap di rumash sakit.
1.10.2 Pasien dengan Pneumothorax kecil, luas, unilateral dan
stabil.
Tanpa
gejala diperbolehkan berobat jalan dan dalam 2-3 tahun pasien harus kontrol lagi.
1.10.3 Pasien dengan Pneumothorax dengan klinis tidak sesak dan luas Pneumothorax < 15 %
Cukup
diobservasi jiia didapatkan panyakit paru yang mendasarinya dipasang WSD jika ada batuk dan nyeri dada, diobati secara sistematis, selanjutnya disesuaikan foto dada setiap 12-24 jam selama 2 hari.
2
KONSEP
DASAR ASUHA KEPERAWATAN
2.1 Angkatan
2.1.1 Anamneso
2.1.1.1 Biodata
Pria lebih banyak dari pada wanita dengan perbandingan 5 : 1.
2.1.1.2 Keluhan utama
Nyeri dada unilateral.
2.1.1.3 Riwayat penyakit sekarang
Nyeri dada unilateral meningkat karena pernapasan timbul gejala batuk, nyeri menjalar ke paru atau
lengan pada bagia yang sakit, oksprea
dengan aktifitas ataupun istirahat
sampai pada kesulitan bernafas,
takikardi, gelisah.
2.1.1.4 Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat trauma, POK,
asma bronkial, preumonia, tumor paru, riwayat bedah dada.
2.1.1.5 Riwayat penyakit keluarga
Dalam keluarga ada yang
menderita TBC, Preumonia, Kanker.
2.1.1.6 Riwaayt Psiko, sosio, spiritual
Klien ketakutan dan gelisah
(ansietas), bingung.
2.1.1.7 Aktivity Daily Life (ADL)
1. Nutrisi
: Adanya pemasangan IV vena sentral/ infus
tekanan
2. Aktivitas :
Dispinoa dengan aktifitas atuaa
isturahat.
3. Istitrahat tidur : Terganggu karena
dispnoa.
4. Elimirasi : Cenderung tidak mengalami perubahan.
5. Personal hygiene : Penurunan kemampuan dalam
menjaga kebersihan.
2.2 Pemeriksaan
2.2.1
Pemeriksaan
fisik
2.2.1.1 wajah
:Perilaku distraksi, mengkerutkan wajah
2.2.1.2
Therak:
I :Penggunaan otot bantu pernafasan pada dada, leher, retraksi interkostae,
okspirasi abdominal kuat
P :Gerakan
dada tidak sama (paradokak) bila trauma ataukrikes penurunan pengembangan torak
(arrea yang sakit).
P
:Hiperresonan di atas area terisi udara (preumoterak), bunyi pekek di atas area
yang terisi cairan
A :Bunyi nafas menurun atau tidak ada
2.2.1.3 Kulit: Pusat sianosis, berkeringat,
krepilasi sub ceton(udara pada jaringan dengan polpasi)
2.2.2
Pemeriksaan
penunjang
2.2.2.1 Pemeriksaan laboratorium
AGD arteri memberikan jembatan
hipersemia.
2.2.2.2 Pemerikasaan EKG
Preumotheras primer paru kiri
sering menimbulkan perubahan atas QRS dan T prekerdal pada tekanan EKG
ditafsirkan sebagai IMA
2.2.2.3 Pemerksaan radiologi
Menyatakan akumulasi udara
hemiteraks yang cukup besar dan susunan mediatinun kontrakteral bergeser.
2.2.2.4 GDA
Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi,
gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan
mengkompensasi PoCO2 kadang-kadang meningkat, PoCO2 normal atau menurun, saturasi O2 biasanya
menurun.
2.2.2.5 Parasentesis
Menyatakan darah /cairan serasongurosa
(Herrethoraks).
2.2.2.6 ND
Menurun, menunjukkan
kehilangan darah.
2.3 Rumusan
diagnosa keperawatan
2.3.1 Pola napas
tak efektif, berhubungan dengan :
2.3.1.1 Penurunan ekspansi paru
2.3.1.2 Gangguan maskuloskeleral
2.3.1.3 Nyeri atau ansietas
2.3.1.4 Proses inflamasi
2.3.1.5 Tujuan
Menunjukkan pola
pernapasan normal/ efektif dengan GDA
dalam rentang normal, bebas
sianosis dan tanda/gejala hipoksia.
2.3.1.6 Intervensi
dan rasional
1. Evaluasi fungsi pernapasan, calah
kecepatan pernapasan.
R/
Distresa pernafasan dan perubahan tanda vital
dapat terjadi sebagai akibat
sterss fisiologi.
2. Auscultasi
bunti nafas
R/ Bunyi
nafas dapat menentukan atau tak ada pada
lobus , segmen paru atau seluruh area
paru area alektasis tak ada bunyi nafas.
3. Catat
pengembangan dada dan posisi trakea
R/
Pengembangan dada sama dengan ekspansi
paru, deviasi trakea dari area sisi yang
sakit pada tegangan preumatorax.
4. Kasi vokal sianitas
R/ Suara
dari taktik stimulus (urbrasi) menurun
pada jaringan.
5. Pertahankan posisi nyaman
biasanya dengan peningian kepala
tempat tidur.
R/
Meningkatkan inspirasi maksismal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi
yang tak sakit.
6. Catat karakter / jumlahdrainase sedang
dada
R/
Berguna dalam mengevaluasi perbaikan
kondisi/terjadinya komplikasi atau perdarahan yang memerlukan upaya intervensi.
7. Kolaborasi kerja seri foto thorak
R/
Mengeawasi kemajuan perbaikan
hemathoraks /preumatoraks dan ekspansi
paru.
8. Kolaborasi awasi/gambaran sen GDA dan aksimetri
R/ Mengkaji
status pertukaran gas dan
ventilasi paru untuk kelanjutan atau gangguan dalam terapi.
2.3.2 Resiko tinggi terhadap penghentian nafas atau trauma berhubungan dengan :
2.3.2.1 Penyakit saat ini/proses cidera.
2.3.2.2 Tergantung pada alat dari luar (sistem drainase dada).
2.3.2.3 Kurang pendidikan, keamanan atau
pencegahan.
2.3.2.4 Tujuan :
Mengenal kebutuhan / mencari
bantuan untuk mencegah komplikasi dan pemberian perawatan atau memperbaiki atau menghinari lingkungan dan cahaya fisik.
2.3.2.5 Intervensi dan rasional.
1. Jelaskan
pada pasien tentang tujuan atau fungsi unit drainase, dada catat, gambaran
keamanan.
R/
Informasi tentang bagaimana sistem keja
memberikan keyakinan menurunkan arsietas pasien.
2. Pasangkan kateter thorak ke dinding dada dan berikan penunjang sedang ekstra
R/
Mencegah terlepasnya cateten dada
atau selang terlipat dan
menurunkan nyeri ketidak nyamanan sampai
dengan peralikan selang.
3. Amankan anti drainase pada tempat tidur pasien
R/
Mempertahakan posisi duduk tinggi dan
menurunkan resiko kecelakaan jatuh/unit
pecah.
4. Awasi sisi lubang pemasanagan selang catat kondisi kulit
R/
Adanya kulit yang berwarna kemerahan dan
suhu yang tinggi menunjukkan adanya
proses peradangan.
5. Anjurkan pasien menghindari terbaring /menarik selang
R/
Menurunkan resiko abstruksi drainase/terlepasnya selang.
6. Observasi tanda distress pernapasan bila cateter thorax lepas
R/
Preumatorax dapat terulang /
memburuk karena mempengaruhi fungsi pernapasan dan memerlukan intervensi darurat.
2.3.3 Nyeri berhubungan dengan :
2.3.3.1 Faktor-faktor biologis
2.3.3.2 Faktor-faktor fisik (pemasangan selang dada)
2.3.3.3 Tujuan :
Pasien mengalami
penurunan nyeri dengan mengatakan nyerinya berkurang.
2.3.3.4 Intervensi dan rasional
1. Dorong pasien menyatakan perasaan tentang nyeri.
R/ Rasa
takut dapat meningkatkan tegangan otot menurunkan ambang persepsi nyeri.
2. Adanya teknik relaksasi
R/
Teknik raksasa dapat mengurangi
ketegangan otot, melancarkan
sirkulasi sehingga mengurangi
nyeri.
3. Kolaborasi berikan analgesik
R/
Berfungsi relaksasi otot, melancarkan sirkulasi darah
dan mengurangi nyeri.
2.3.4 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan suplai O2
2.3.4.1 Tujuan
Pasien mempertahankan pertukaran gas dibuktikan dengan status mental normal, warna kulit dan darah dalam deras normal.
2.3.4.2 Intervensi dan Rasional
1. Observasi
tanda dan gejala hipoksemia
R/ Adanya hipoksemia menunjukkan rendahnya kadar O2 yang ada dalam darah karena kerusakan dalam pertukaran gas.
2. Berikan waktu istirahat untuk mengurngi kebutuhan O2
R/
Penurunan konsumsi komsumsi
kebutuhan O2 mengurangi dispresi
dan menurunkan beban kedua paru.
3. Observasi frekuensi kedalam dan kemudahan pernafasan
R/
Pernafasan meningkat sebagai akibat dari
nyeri tumor peningkatan kerja nafas dan sianosis dapat menunjukkan peningkatan konsumsi O2.
4. Pantau hasil pemeriksaan GDA
R/
Penurunan PaO2 atau peningkatan
PaCO2 menunjukkan kebutuhan dukungan ventilasi.
5. Kolaborasi berikan O2 melalui
rasal konula /masker pemasaran
R/
Mencegah / menurunkan atelektasi dan meningkatkan ekspansi
jalan nafas kecil.
2.3.5 Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturna pengobatan berhubungan dengan kurang terpapan pada
informasi.
2.3.5.1 Tujuan :
Menyatakan pemahaman penyebab masalah (bila tahu), mengidentifikasi tanda/ gejala
yang memerlukan evaluasi
medik dan mengikuti program pengobatan dan menunjukkann perubahan pola hidup
yang perlu untuk mencegah
berulangnya masalah.
2.3.5.2 Intervendi dan Rasional
1. Diskusikan
diagnosa, rencana terapi saat ini dan hasil yang diharapkan
R/
Memberikan informasi khusus individu,
membuat pengetahuan untuk belajar
lanjut manajemen di rumah.
2. Kaji Patologi masalah individu
R/
Informasi menurunkan takut karena ketidak tahuan memberikan dasar untuk pemahaman kondisi diramik dan
pentingnya intervensi terapeutil.
3. Identifikasi kemungkina kambuh/komplikasi
jangka panjang
R/
Penyakit paru yang ada seperti PPOM
berat dan keganasan dapat
meningkatkan insiden kambuh.
4. Observasi
ulang tanda/gejala yang memerlukan
evaluasi medik cepat
R/
Berulangnya Preumatorax memerlukan
intervensi medik untuk mencegah/menurunkan
potensial komplikasi.
5. Observasi ulang praktek kesehatan yang baik
R/
Mempertahankan kesehatan unum
meningkatkan penyembuhan dan mencehan
kekambuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Hadak dan gall, (1997), Keperawatan Kulit
Volume I, EGC: Jakarta.
Manlyn E Doengoes, (2000), Rencana Asuhan
Keperawatan Edisi 3, EGC : Jakarta.
Slamet Suyono, (2001), Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II, FKUL : Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar