Minggu, 29 April 2012

SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PERAWATAN GIGI DENGAN KEJADIAN KARIES PADA ANAK PRA SEKOLAH DI TK AISYIYAH BUSTANUL ATHFAL II PERUMNAS MADE LAMONGAN


1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah terbesar yang dihadapi penduduk Indonesia seperti juga di
negara-negara berkembang lainnya di bidang kesehatan gigi dan mulut adalah
penyakit jaringan keras gigi ( caries dentis ) di samping penyakit gusi. Karies
merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan sementum
yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat
diragikan. Tandanya adalah demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian
diikuti oleh kerusakan bahan organiknya (Panji, 2008).
Dalam pencapaian target Indonesia Sehat 2010, dilakukan peningkatan
status kesehatan gigi juga peningkatan kemampuan masyarakat untuk melakukan
pencegahan secara global. Adapun sasaran secara menyeluruh tahun 2010
menurut WHO 90% anak berumur <5 tahun bebas karies, penduduk berumur <18
tahun tidak ada gigi yang dicabut karena karies dan kelainan periodontal.
Sedangkan 90% penduduk berumur 35-44 tahun memiliki gigi berfungsi
(Trimurni Abidin, 2009). Menurut Tantur Syah 2009, anak balita merupakan
kelompok masyarakat yang jumlahnya cukup besar dan memiliki prevalensi karies
gigi yang cukup tinggi, Survei Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang
dilakukan pada Pelita III dan IV menunjukkan bahwa prevalensi penduduk
Indonesia yang menderita karies gigi sebesar 80%, dan 90% di antaranya adalah
anak-anak. Berdasarkan Required Treatment Index (RTI) di Propinsi Jawa Timur
menunjukkan bahwa prevalensi anak usia 1-12 tahun yang menderita karies aktif
2
66.7% sedangkan yang bebas karies 33.3%. Dan Kabupaten yang paling banyak
menderita karies terdapat di Kota Kediri 38.6% dan terendah di Kota Pasuruan
11.1%, sedangkan di Kota Lamongan 16.4% (DepKes RI, 2007).
Berdasarkan data Puskesmas Kota Lamongan tahun 2008 sebanyak 121
anak berumur 1-4 tahun yang mengalami karies, jumlah kunjungan rawat jalan
gigi 7608 orang dan jumlah perawatan gigi 5394 orang. Sedangkan berdasarkan
survei awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 24 Juni 2009 di siswa TK
Aisyiyah Bustanul Athfal II Perumnas Made Lamongan terhadap 28 anak
didapatkan 20 (71,43 %) siswa yang mengalami karies dan 8 (28,57 %) siswa
tidak mengalami karies. Dari sini menunjukkan bahwa angka kejadian karies pada
anak usia pra sekolah sangat tinggi.
Karies gigi adalah lesi gigi destruktif, progresif, yang jika tidak diobati
akhirnya mengakibatkan destruksi total gigi yang terkena. Ini merupakan penyakit
multifaktorial dengan 4 faktor internal yang saling mempengaruhi: hospes
(terutama ludah dan gigi), mikroflora, substrat atau diet, dan waktu.
Demineralisasi yang memulai pembentukan karies disebabkan oleh sekresi asam
oleh bakteri yang mengkolonisasi gigi yang rentan dan fermen diet karbohidrat.
Faktor sekunder lain yang penting adalah praktik hygiene oral, aliran saliva, dan
adanya fluoride di dalam air dan odol (Abraham M. Rudolph, 2006), sedangkan
menurut Panda (2008) dan Ismu Suharsono Suwelo (1992) mengatakan bahwa
faktor eksternal timbulnya karies gigi sulung meliputi usia, jenis kelamin, suku
bangsa, letak geografis, kultur sosial penduduk dan pengetahuan, kesadaran dan
kebiasaan orang tua. Menurut Panji (2008) bila orang tua kurang menyadari,
3
bahwa dampak yang ditimbulkan sebenarnya akan sangat besar bila tidak
dilakukan perawatan untuk mencegah karies sejak dini pada anak. Dampak yang
terjadi bila sejak awal sudah mengalami karies adalah selain fungsi gigi sebagai
pengunyah yang terganggu, anak juga akan mengalami gangguan dalam
menjalankan aktivitasnya sehari-hari sehingga anak tidak mau makan dan akibat
yang lebih parah bisa terjadi malnutrisi, anak tidak dapat belajar karena kurang
berkonsentrasi sehingga akan mempengaruhi kecerdasan. Akibat lain dari
kerusakan gigi pada anak adalah penyebaran toksin atau bakteri pada mulut
melalui aliran darah, saluran pernapasan, saluran pencernaan apalagi bila anak
menderita malnutrisi, hal tersebut akan menyebabkan daya tahan tubuh anak
menurun dan anak akan mudah terkena penyakit. Bila gigi sulung sudah
berlubang dan rusak maka dapat diramalkan gigi dewasanya tidak akan sehat
nantinya.
Menurut Arisman 2004, upaya mencegah karies tentu sudah jelas, yaitu
menggosok gigi dengan pasta berfluorida (sebaiknya segera sesudah makan),
sedangkan menurut Agus Susanto (2007) seorang ibu dapat membantu anaknya
membersihkan gigi jika anak belum dapat memegang sikat gigi. Setelah mampu
memegang sikat gigi, orang tua sebaiknya mulai melatih cara menggosok gigi
yang benar. Orang tua juga perlu membatasi jenis-jenis makanan manis dan
lengket yang dikonsumsi anaknya. Jika terpaksa harus mengonsumsi makanan
tersebut, anak harus segera menggosok gigi atau setidaknya berkumur
menggunakan air putih. Perawatan gigi yang baik dan kunjungan dokter gigi yang
rutin dapat mencegah terjadinya permasalahan pada gigi dan mulut.
4
Dari pemikiran dan fenomena tersebut diatas karena banyak faktor
eksternal yang mempengaruhi masalah penelitian maka peneliti hanya membatasi
pada salah satu faktor eksternal yaitu pengetahuan sehingga penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang “Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan
Gigi Dengan Kejadian Karies Pada Anak Pra Sekolah Di TK Aisyiyah Bustanul
Athfal II Perumnas Made Lamongan.”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana pengetahuan ibu tentang perawatan gigi pada anak pra sekolah di
TK Aisyiyah Bustanul Athfal II Perumnas Made Lamongan?
1.2.2 Bagaimana kejadian gigi karies pada anak pra sekolah di TK Aisyiyah
Bustanul Athfal II Perumnas Made Lamongan?
1.2.3 Apakah ada hubungan pengetahuan ibu tentang perawatan gigi dengan
kejadian karies pada anak pra sekolah di TK Aisyiyah Bustanul Athfal II
Perumnas Made Lamongan?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang perawatan gigi dengan
kejadian karies pada anak pra sekolah di TK Aisyiyah Bustanul Athfal II
Perumnas Made Lamongan.
5
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang perawatan gigi pada anak pra
sekolah di TK Aisyiyah Bustanul Athfal II Perumnas Made Lamongan.
2. Mengidentifikasi kejadian gigi karies pada anak pra sekolah di TK Aisyiyah
Bustanul Athfal II Perumnas Made Lamongan.
3. Menganalisis hubungan pengetahuan ibu tentang perawatan gigi dengan
kejadian karies pada anak pra sekolah di TK Aisyiyah Bustanul Athfal II
Perumnas Made Lamongan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Akademik
Diharapkan hasil penelitian ini dapat mempertahankan peran petugas
kesehatan khususnya perawat dengan tetap memberikan edukasi pada orang tua
khususnya ibu dalam mencegah kejadian karies pada anak pra sekolah. Dan
sebagai sarana pembanding bagi dunia ilmu pengetahuan dalam memperkaya
informasi tentang kejadian karies pada anak pra sekolah.
1.4.2 Bagi Praktis, penelitian ini akan bermanfaat bagi :.
1. Bagi Orang Tua
Diharapkan orang tua khususnya ibu tetap meningkatkan pengetahuannya
dengan menjaga perawatan gigi anak pra sekolah agar anak tidak mudah
mengalami karies.
2. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan dapat melakukan asuhan keperawatan terutama pada anak pra
sekolah dalam perawatan gigi karies.
6
3. Bagi Penulis
a. Merupakan proses pembelajaran dan pengalaman ilmiah dalam
mengembangkan pengetahuan khususnya tentang perawatan gigi karies.
b. Mendapatkan pengalaman nyata dalam melaksanakan penelitian dan
hasilnya dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan tentang perawatan gigi yang benar terutama pada anak usia
pra sekolah.
c. Menambah pengetahuan tentang karies pada anak pra sekolah.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan kerangka berfikir dan
sebagai informasi untuk meningkatkan pengetahuan bagi peneliti selanjutnya
mengenai hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan gigi dengan
kejadian karies pada anak pra sekolah.
7
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Pada Tinjauan Pustaka ini akan dibahas beberapa konsep dasar mengenai
konsep pengetahuan, Ibu dan anak pra sekolah, perawatan gigi dan karies gigi.
2.1 Konsep Pengetahuan
2.1.1 Pengertian
1. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang ( Soekidjo Notoatmodjo,
2003).
2. Pengetahuan (knowledge) adalah hal-hal yang kita ketahui tentang kebenaran
yang ada di sekitar kita tanpa harus menguji kebenarannya, didapat melalui
pengamatan yang lebih mendalam (Wasis, 2008).
3. Pengetahuan merupakan proses belajar dengan menggunakan panca indera
yang dilakukan seseorang terhadap objek tertentu untuk dapat menghasilkan
pengetahuan dan keterampilan (Hidayat A.Azis Alimul, 2005).
2.1.2 Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003) yang tercakup dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkatan:
8
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tau
tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara
benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebut contoh, mengumpulkan, meramalkan dan sebagainya
terhadap obyek yang dipelajari.
3. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat
diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat
9
dilihat dari penggunaan kata-kata kerja dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi / obyek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
2.1.3 Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003) banyak yang digunakan untuk
memperoleh pengetahuan namun sepanjang sejarah cara mendapatkan
pengetahuan dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu :
1. Cara Tradisional
Cara tradisional terdiri dari 4 macam :
1) Trial and Error
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam
memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil maka
dicoba kemungkinan yang lain sampai berhasil. Oleh karena itu cara ini disebut
dengan metode trial (coba) dan error (gagal atau salah) atau metode coba salah
atau coba-coba.
10
2) Kekuasaan dan Otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan dan
tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran, apakah yang
dilakukan itu baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini seolah-olah diterima dari
sumbernya sebagai kebenaran yang mutlak, sumber pengetahuan ini dapat berupa
pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama,
pemegang pemerintah dan sebagainya. Dengan kata lain pengetahuan tersebut
diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan baik tradisi, otoritas
pemerintah, pemimpin agama, maupun ahli pengetahuan.
3) Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Adapun pepatah mengatakan “Pengalaman adalah guru yang terbaik”.
Pepatah tersebut mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan suatu
cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.
4) Jalan Pikiran
Sejalan sengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berfikir
manusiapun ikut berkembang, dari sini manusia telah mampu menggunakan
penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya.
2. Cara Ilmiah atau Cara Modern
Dalam memperoleh pengetahuan menggunakan cara yang sistematis, logis
dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah, atau lebih populer disebut
metodologi penelitian (research methodology).
11
2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Wahit Iqbal Mubarok (2007) pengetahuan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu :
1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain
terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa
makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima
informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya.
Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai
yang baru diperkenalkan.
2. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh
pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
3. Umur
Bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik
dan psikologis mental. Pertumbuhan fisik secara garis besar ada empat kategori
pertama, perubahan ukuran, kedua, perubahan proporsi, ketiga, hilangnya ciri-ciri
lama, keempat, timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi
organ. Pada aspek psikologis atau mental taraf pikir seseorang semakin matang
dan dewasa.
12
4. Minat
Suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat
menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya
diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.
5. Pengalaman
Suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan
lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang baik seseorang akan
berusaha untuk melupakan, namun jika pengalama terhadap obyek tersebut
menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang sangat mendalam
dan membekas dalam emosi kejiwaannya, dan akhirnya dapat pula membentuk
sikap positif dalam kehidupannya.
6. Kebudayaan lingkungan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai
budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat
sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan karena
lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap
seseorang (Saifuddin A, 2002) yang dikutip dari Wahit Iqbal Mubarok (2007).
7. Informasi
Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu
mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.
13
2.1.5 Kriteria Pengetahuan
Menurut Nursalam (2003), pengetahuan dibagi menjadi:
1. Pengetahuan baik : 76 - 100 %
2. Pengetahuan cukup : 56 - 75 %
3. Pengetahuan kurang : ≤ 55 %
2.2 Konsep Ibu dan Anak Pra Sekolah
2.2.1 Pengertian
Pengertian ibu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Poerwadarminta,
W. J. S, 2006) :
1. Orang yang telah melahirkan anak
2. Sebutan untuk wanita yang sudah bersuami
3. Panggilan yang lazim pada wanita yang sudah bersuami atau belum
Pengertian anak pra sekolah adalah anak usia 3-6 tahun yang belum
menempuh Sekolah Dasar (Depkes RI, 2007).
2.2.2 Proses Tumbuh Kembang Anak Pra Sekolah
Anak usia pra sekolah 3-6 tahun kemampuan motorik kasar akan lebih
baik pada usia ini. Motorik halus anak mulai berkembang dimana anak sudah
dapat menggambar dan menulis. Penyikatan gigi merupakan kegiatan motorik
halus yang dapat diterapkan untuk anak. Namun peran orang tua masih sangat
besar di dalam menentukan keberhasilan dalam melakukan pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut anak (Eriska Riyanti, 2005).
14
2.3 Konsep Perawatan Gigi
2.3.1 Pengertian
Perawatan adalah proses, pembuatan, cara merawat, pemeliharaan,
penyelenggaraan, pembelaan orang sakit (Poerwadarminta, W. J. S, 2006).
Gigi adalah tulang-tulang kecil yang tumbuh di gusi gunanya untuk
menggigit dan mengunyah (Indra Putri M, 2002). Sedangkan menurut Hendra
Utama (2008) gigi adalah alat penghancur makanan dalam mulut, meliputi Gigi
Seri (L. Dens Incisinus), 2 buah kanan kiri garis tengah berfungsi memotong; Gigi
Taring (L. Dens Caninus), gigi yang berbentuk runcing terletak disebelah lateral
gigi seri; Gigi Susu (L. Dens Decidus), gigi sementara pada bayi dan anak yang
kemudian copot diganti dengan gigi tetap.
Perawatan gigi adalah upaya yang dilakukan agar gigi tetap sehat dan
dapat menjalankan fungsinya. Gigi yang sehat adalah gigi yang bersih tanpa
adanya lubang (Asian Brain.com).
2.3.2 Susunan Gigi Manusia
Menurut Godam (2008) pada dasarnya susunan gigi manusia terdiri dari:
1. Jaringan keras
Merupakan jaringan yang mengandung bahan kapur, yang terdiri atas
jaringan email, dentin dan sementum. Email adalah jaringan yang paling keras,
paling kuat. Dentin merupakan bentuk pokok dari gigi dan merupakan bagian
terbesar dari gigi. Sementum yaitu jaringan yang menghubungkan gigi dengan
tulang rahang.
15
2. Jaringan lunak
Yaitu jaringan pulpa, umumnya mengandung sel-sel syaraf dan pembuluh
darah yang sangat peka terhadap rangsang.
3. Rongga pulpa
Yang terdiri atas, tanduk pulpa, ruang pulpa, saluran pulpa dan foramen
apikal.
2.3.3 Perkembangan Gigi
1. Gigi sulung / Gigi susu
Jenis gigi sulung ini juga disebut gigi susu. Susunannya yang lengkap
terdiri dari 20 buah gigi: 8 gigi seri, 4 gigi taring, dan 8 geraham belakang.
Gigi-gigi ini mulai muncul pada usia 6 sampai 30 bulan. Biasanya pada
usia 7 sampai 12 tahun gigi-gigi tersebut tanggal (copot) dan digantikan dengan
susunan yang tetap (Godam, 2008).
Pada anak terdapat gigi susu dengan jumlah 20, dimana pada setiap
setengah rahang terdapat 5 buah gigi, yaitu 2 gigi seri (insisivus), 1 taring
(kaninus) dan 2 geraham (molar). Kemudian secara bertahap akan tanggal dimulai
pada umur 6 tahun sampai usia 12-13 tahun dan diganti oleh gigi tetap (Mansjoer
Arif, 2002).
2. Gigi Permanen / Tetap
Gigi tetap berjumlah 32 gigi, pada tiap setengah rahang terdapat 8 buah
gigi, yaitu 2 gigi insisivus, 1 kaninus dan 2 premolar yang mengganti kedua molar
gigi susu dan tambahan 3 molar lagi di bagian posteriornya. Molar tetap pertama
muncul di belakang gigi molar susu (primer) terakhir pada usia 6 tahun disusul
16
dengan molar berikutnya tiap 6 tahun, sehingga pergantian gigi akan selesai
dengan tumbuhnya gigi bungsu molar 3 (M3) tetap pada usia sekitar 18 tahun.
Karena harus menunggu lama molar 3 ini sering terperangkap dalam rahang dan
tak dapat keluar karena gigi-gigi yang lain berdesakan di atasnya (Mansjoer Arif,
2002).
Gigi-geligi yang normal berarti fungsi pengunyahan (gigitan) dan estetika
atau keindahannya terpenuhi. Pada susunan gigi yang normal, gigi-geligi berbaris
rapi dan ada kontak yang baik dengan ‘lawannya’: antara gigi atas dengan gigi
bawah, sisi kiri dan kanan, tanpa jarak atau celah. Dari sisi keindahan, gigi yang
normal susunannya simetris. Garis tengah dua gigi depan atas sejajar dengan garis
tengah dua gigi depan bawah dan letaknya di bagian tengah wajah (Health News
Tue, 2002).
Menurut Itjingningsih (1995) ada 7 patokan untuk mengetahui normal
tidaknya suatu oklusi gigi, diantaranya:
1) Permukaan mesial gigi insisivus sentral atas dan bawah satu garis satu sama
lain dengan garis median.
2) Gigi insisivus sentral atas beroklusi dengan gigi insisivus sentral bawah dan
sepertiga mesial mesio-distal dari gigi insisivus lateral bawah.
3) Gigi-gigi anterior bawah berkontak dengan gigi-gigi anterior atas pada bagian
palatal di atas perbatasan edge insisal.
4) Insisivus lateral atas beroklusi dengan bagian dua pertiga distal mesio-distal
dari gigi insisivus lateral bawah dan slope mesial dari gigi c bawah.
17
5) Gigi c atas beroklusi dengan slope distal c bawah dan bagian sepertiga mesial
mesio-distal gigi m bawah.
6) Gigi m1 atas beroklusi dengan bagian dua-pertiga distal mesio-distal m1
bawah dan bagian mesial m2 bawah yaitu bagian mesial marginal ridge dan
mesial triangular fosa.
7) Gigi m2 atas beroklusi dengan gigi m2 bawah dengan permukaan distal dari
m2 atas diproyeksikan dengan perlahan-lahan pada bagian distal m2 bawah.
2.3.4 Fungsi Gigi
Menurut Aziz Ahmad Srigupta (2004) fungsi gigi adalah:
1. Untuk memotong dan memperkecil bahan-bahan makanan pada waktu
pengunyahan. Gigi seri untuk memotong, gigi taring yang runcing untuk
menahan dan merobek makanan sehingga permukaannya mempunyai beberapa
tonjolan
2. Untuk mempertahankan jaringan penyangga, supaya tetap dalam kondisi yang
baik dan terikat erat dalam lengkung gigi serta membantu dalam perkembangan
dan perlindungan dari jaringan-jaringan yang menyangganya
3. Untuk memproduksi dan mempertahankan suara / bunyi
4. Untuk estetika, dengan lapisannya yang berwarna putih seperti mutiara, gigi
memperlihatkan penampilan yang indah.
5. Untuk melindungi jaringan penanamnya, melindungi debu, kuman dan bendabenda
luar yang masuk ke dalam mulut dengan bantuan bibir.
6. Pemegang, berguna untuk memegang benda seperti pipa cerutu dan lain-lain.
18
2.3.5 Perawatan Gigi
Perawatan gigi merupakan upaya pencegahan penyakit gigi dan mulut
yakni antara lain dengan membersihkan gigi dari sisa makanan yang biasanya
tertinggal diantara gigi.
Adapun cara yang dapat dilakukan :
1. Menyikat gigi
1) Sikat gigi
Untuk langkah pertama, bisa diawali dengan memilih sikat gigi yang tepat.
Berikut beberapa tips yang bermanfaat dalam memilih sikat gigi yang baik dan
sehat menurut (Martha Mozatrha: 2004):
(1) Sesuaikan ukuran sikat gigi dengan rongga mulut, terutama untuk menggosok
bagian yang sulit dijangkau. Selain itu, dengan memiliki sikat gigi yang sesuai
dengan rongga mulut, dapat mengoptimalkan tingkat fleksibilitas yang lebih
tinggi. Terutama bagi yang memiliki struktur gigi cukup kecil, disarankan
gunakan sikat gigi berukuran kecil pula. Bentuk kepala sikat gigi yang
berbentuk oval dapat melindungi gusi dari kemungkinan terluka.
(2) Pilihlah bulu sikat gigi yang halus. Hal ini berguna untuk melindungi gusi dari
kemungkinan terluka ketika menyikat gigi meskipun bulu sikat yang terlampau
kasar dapat merusak lapisan gusi sehingga menyebabkan gigi sensitif.
Sebaliknya, jika bulu sikat terlalu halus, kebersihan gigi menjadi kurang
optimal.
(3) Sikat gigi dengan pegangan yang cukup lebar dapat membantu untuk
menggenggam dengan lebih kuat dan mantap, sekalipun dalam keadaan basah.
19
(4) Jika menggunakan jenis sikat gigi yang memiliki penutup kepala sikat,
pastikan penutup sikat memiliki lubang ventilasi udara. Dengan demikian
proses tumbuhnya bakteri akibat tingkat kelembaban yang tinggi di kepala
sikat dapat terhindari.
(5) Batas pemakaian sebuah sikat gigi adalah 3 bulan, jika digunakan lebih dari
tempo yang ditentukan, maka berpotensi untuk melukai gusi ketika proses
penyikatan berlangsung.
Hindari meminjamkan atau meminjam sikat gigi orang lain demi
menghindari terjadinya infeksi akibat kuman dan bakteri yang terbawa.
2) Spesifikasi untuk sikat gigi menurut Azis Ahmad Srigupta (2004) antara lain :
(1) Panjang : 1 - 1,25 inchi
(2) Luas : 16
5 - 8
3 inchi
(3) Daerah Permukaan : 2,54 - 3,2 cm²
(4) Jumlah Baris : 5 - 12 berkas per baris
(5) Jumlah Bulu : 80 - 85 bulu per baris
2. Teknik Yang Digunakan
Menurut Imam Sindoro 2000 teknik menyikat gigi meliputi :
1) Teknik Vertikal
Untuk menyikat bagian depan gigi kedua rahang tertutup lalu disikat
dengan gerakan ke atas dan ke bawah, untuk permukaan gigi belakang gerakan
yang dilakukan sama tetapi mulut terbuka.
20
2) Horizontal
Semua permukaan gigi disikat dengan gerakan ke kiri dan ke kanan. Cara
ini biasanya dianjurkan pada anak-anak.
3) Teknik Roll
Bulu sikat diletakkan dengan posisi mengarah ke akar gigi sehingga bulu
sikat menekan gusi. Ujung bulu sikat digerakkan perlahan sehingga kepala sikat
gigi bergerak membentuk lengkungan melalui permukaan gigi. Waktu bulu sikat
melalui mahkota gigi kedudukannya tegak lurus dengan permukaan gigi. Gerakan
diulang 8 sampai 12 kali pada tiap daerah. Tujuan untuk pemijatan gusi,
mengeluarkan kotoran, pembersihan sela gigi.
4) Teknik Charter
Ujung bulu sikat gigi diletakkan pada permukaan gigi membentuk sudut
45 derajat terhadap sumbu panjang gigi dan ke atas. Bulu sikat gigi ditekan
sehingga ujungnya masuk ke daerah antara dua gigi. Sikat gigi digetarkan
membentuk linkaran kecil tetapi ujung sikat gigi harus tetap ditempat semula.
Tujuan untuk pemeliharaan jaringan pendukung gigi.
5) Teknik Bass
Bulu sikat pada permukaan gigi membentuk sudut 45 derajat dengan
panjang gigi dan gigi diarahkan ke akar gigi sehingga tepi gusi. Sikat gigi
digerakkan dengan getaran-getaran kecil ke depan dan ke belakang selama kurang
lebih 15 detik. Untuk permukaan belakang gigi depan gigi dipegang vertikal.
21
6) Teknik Fones atau Sirkuler
Bulu sikat gigi ditempelkan tegak lurus pada permukaan gigi, kedua
rahang dalam keadaan mengatup. Sikat gigi digerakkan membentuk lingkaran
besar sehingga gigi dan gusi rahang atas dan bawah dapat disikat sekaligus. Untuk
daerah belakang gigi gerakan yang dilakukan sama tetapi lingkarannya lebih kecil.
7) Teknik Stillman-Mc.Call
Posisi bulu-bulu sikat berlawanan dengan teknik charter, sikat gigi
ditempatkan dengan sebagian ujung bulu sikat pada gigi membentuk sudut 45
derajat terhadap sumbu panjang gigi mengarah ke spiral. Kemudian sikat gigi
ditekankan sehingga gusi memucat dan dilakukan gerakan rotasi kecil tanpa
merubah kedudukan ujung bulu sikat.
8) Teknik Phisiologik
Sikat gigi dengan bulu-bulu lunak, tangkai sikat gigi dipegang secara
horizontal dengan bulu-bulu sikat tegak lurus dengan permukaan gigi.
Setelah melakukan pembersihan gigi, lakukanlah kumur-kumur sehingga
plak dan kotoran lain yang sudah lepas dapat hilang.
3. Benang Gigi atau Floos
Menurut Aziz Ahmad Srigupta (2004) benang nilon yang digunakan untuk
membersihkan sela-sela gigi yang tidak terjangkau oleh sikat gigi. Cara
penggunaannya yaitu dengan merentangkan benang tersebut antara ibu jari dan
jari telunjuk, lewatkan benang dengan lembut melalui daerah yang bersentuhan
dengan gerakan yang kuat ke belakang dan ke depan, jangan mengencangkan
pada daerah yang bersentuhan. Pada saat benang masuk ke daerah gigi bagian
22
dalam, gerakan benang ke atas dengan kuat sepanjang gigi daerah yang
bersentuhan dan gerakan ke bawah dengan lemah lembut ke dalam lekukan.
Ulangi gerakan tersebut, kemudian rubahlah posisi benang ke gigi yang
berdekatan.
4. Penggunaan Fluor
1) Fungsi fluor menurut Azis Ahmad Srigupta (2004)
(1) Melawan asam yang mengandung bakteri
(2) Bercampur dengan bakteri pembentuk asam
(3) Membantu melindungi gigi yang terbentuk dengan sempurna.
(4) Fluor dalam air liur, merubah kembali bintik-bintik yang rusak menjadi
mineral.
2) Pemberian fluor dapat dilakukan dengan cara :
(1) Fluoridasi air minum telah dibuktikan, apabila dalam air minum yang
dikonsumsi oleh suatu daerah, atau kota tertentu dibubuhi zat kimia fluor
maka penduduk di situ akan terlindung dari karies gigi. Pemberian fluor dalam
air minum ini jumlahnya bervariasi antara 1-1,2 ppm (part per million). Selain
dapat mencegah karies, fluor juga mempunyai efek samping yang tidak baik
yaitu dengan adanya apa yang disebut ‘mottled enamel’. Pada mottled enamel
gigi-gigi kelihatan kecoklat-coklatan, berbintik-bintik permukaannya dan bila
fluor yang masuk dalam tubuh terlalu banyak, dapat menyebabkan gigi jadi
rusak sekali.
23
(2) Pemberian fluor melalui makanan Kadang-kadang makanan yang kita makan
sudah mengandung fluor yang cukup tinggi, hingga dengan makanan itu saja
sudah mencegah terjadinya karies gigi.
(3) Pemberian fluor dalam bentuk obat-obatan Pemberian fluor dapat juga
dilakukan dengan tablet, baik itu dikombinasikan dengan vitamin-vitamin lain
maupun dengan tablet tersendiri.
(4) Pemberian fluor dalam bentuk garam dapur. Mengingat garam dapur juga
dikomsumsi secara luas oleh penduduk, dapat juga dipertimbangkan
pemberian fluor melalui garam dapur.
(5) Topikal aplikasi yaitu, suatu cara memberikan larutan fluor dengan
konsentrasi tertentu pada permukaan gigi dengan mengulasnya berulangulang.
(6) Mouth rinsing yaitu, pemberian fluor dengan cara berkumur-kumur larutan
fluor dengan kepekatan 0,2 %.
(7) Penggunaan fluor dengan pasta gigi. Pasta gigi juga dapat dibubuhi fluor
hingga pasta gigi itu mempunyai efek mencegah karies. Dengan menggunakan
pasta gigi yang mengandung 40% NaF, dilakukan 2-3 kali dapat mengurangi
indikasi karies sampai 25-42% ( Zelvya, 2003).
5. Penggunaan Pasta Gigi
Pasta gigi merupakan zat yang digunakan bersama sikat gigi dengan tujuan
untuk membersihkan dan memoles permukaan gigi. Beberapa tips memilih pasta
gigi yang baik dan sehat menurut (Martha Mozatrha, 2004):
24
(1) Pilih pasta gigi yang mengandung cukup fluoride. Kadar fluoride berfungsi
untuk menjaga gigi agar tidak berlubang. Namun, anak-anak di bawah 3 tahun
sebaiknya tidak memakai odol. Karena, terlalu banyak fluoride juga tidak
sehat dan membuat gigi lebih rapuh. Fluoride juga juga dapat menimbulkan
bahaya bagi kesehatan jika tertelan.
(2) Pilih pasta gigi yang memiliki kandungan detergent paling sedikit. Busa yang
terlalu banyak mengindikasikan bahwa kandungan deterjen yang dimiliki juga
banyak. Stigma bahwa semakin banyak busa semakin baik, tidak benar
adanya.
(3) Hindari langsung makan setelah menyikat gigi. Pasalnya, kadar asam mulut
akan turun dan fluoride pun hilang, sehingga kuman akan masuk lagi.
Aktifitas makan sebaiknya 1 hingga 2 jam setelah menyikat gigi.
1) Bahan-bahan pasta gigi
(1) Agen Polishing (penggosok)
Merupakan salah satu bahan terpenting pasta gigi yang berfungsi untuk
menghilangkan partikel makanan yang menempel pada gigi dan juga membantu
menghilangkan diskolorisasi pada gigi. Pada umumnya, hampir separuh dari total
berat pasta gigi adalah agen ini. Agen yang sering digunakan adalah : kapur
presipitasi, trikalsium fosfat, alumunium fosfat, magnesium trisilikat, dll.
(2) Agen Moistener (pelembab)
Biasanya ditambahkan ke dalam pasta gigi untuk menghindarkan
terjadinya pengeringan dan pengerasan pasta. Yang sering digunakan adalah :
gliserin, sorbitol, propilen glikol, dll.
25
(3) Agen deterjen dan foaming (pembuat busa)
Berfungsi untuk membantu aksi agen polishing dengan membasahi gigi
dan partikel makanan yang tertinggal di gigi juga berfungsi untuk mengemulsikan
mukus (lendir). Jumlah deterjen yang digunakan bervariasi antara 1.5 – 5 % dari
total berat pasta gigi. Bahan deterjen yang paling sering digunakan adalah :
sodium lauril sulfat dan magnesium lauril sulfat. Berfungsi untuk membantu aksi
agen dengan membasahi gigi dan partikel makanan yang tertinggal di gigi juga
berfungsi untuk mengemulsikan mukus (lendir). Jumlah deterjen yang digunakan
bervariasi antara 1.5 – 5 % dari total berat pasta gigi. Bahan deterjen yang paling
sering digunakan adalah : sodium lauril sulfat dan magnesium lauril sulfat.
(4) Agen pengikat
Agen ini sangat esensial untuk mencegah terjadinya pemisahan bahan
pasta. Yang lazim digunakan adalah : Pati (Starch), Gum tragacanth, Sodium
alginat (Manucol SA), Modified Irish Moss (Sangat bagus dan menjadikan pasta
sangat stabil), dan Sintetik seperti : Propilen glukol.
(5) Pemanis
Untuk memberikan rasa manis pada pasta. Yang sering digunakan adalah
sakarin dengan konsentrasi antara 0.1 – 1.3 %. Gula juga dapat digunakan namun
sayangnya cenderung mengkristal.
(6) Flavour (Pemberi rasa)
Untuk memberikan aroma atau rasa pada pasta dan menghindarkan
terjadinya rasa eneg atau mual. Selain itu juga untuk menambah kesegaran pasta.
Yang sering digunakan adalah minyak peppermint.
26
(7) Pengawet
Bahan pengawet haruslah bersifat non toksik dan berfungsi untuk menjaga
struktur fisik, kimiawi dan biologi pasta. Misalnya adalah sodium benzoat atau
sodium hidroxibenzoat.
2) Fungsi pasta gigi
Menurut Republik Online (2008) :
(1) Untuk membersihkan permukaan gigi
(2) Dapat memberikan kesegaran di mulut
(3) Mencegah proses pembusukan gigi
(4) Untuk keperluan estetika
6. Cara Menggosok Gigi
Menggosok gigi secara benar dan teratur dua kali sehari dapat mengurangi
resiko terjadinya kerusakan gigi. Berikut adalah sekilas tata cara menyikat gigi
yang dianjurkan menurut (Martha Mozatrha, 2004):
1) Gosoklah seluruh permukaan gigi yang menghadap ke pipi dan lidah. Pastikan
seluruh permukaan telah tergosok. Untuk gigi atas gerakan sikat dari atas ke
bawah dan sebaliknya untuk gigi bawah gerakan sikat dari bawah ke atas.
2) Gosoklah dengan lembut permukaan gusi dan lidah
3) Posisi sikat gigi kurang lebih 45 derajat di daerah perbatasan antara gigi dan
gusi sehingga gusi tidak terluka.
Biasakan menyikat gigi minimal 2 kali setelah makan dan sebelum tidur.
Pada saat seseorang sedang tidur, produksi air liur menurun, sehingga alirannya
pun jauh berkurang. Padahal air liur memiliki efek self-cleansing, yaitu berfungsi
27
untuk membilas plak yang melekat di gigi. Tidur malam bisa memakan waktu
hingga 8 jam. Pada rentang waktu selama itu, plak mengalami maturasi, di mana
jumlah bakterinya lebih banyak. Pada waktu itulah gigi rentan terhadap proses
karies atau gigi berlubang. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk menyikat gigi
sebelum tidur guna menekan resiko timbulnya gangguan kesehatan oral.
7. Pengaturan Diet
Donna L. Wong (2003) mangatakan jaga makanan manis dalam jumlah
minimum, khususnya permen yang lengket atau permen kunyah dan kering (
kismis, fruit rolls, permen karet ) dan permen keras.
Bila anak membawa botol ke tempat tidur, isi hanya dengan air, jangan
pernah formula, ASI, susu sapi, atau jus. Hindari menyusui yang lama atau sering
selama tidur.
Bila anak secara rutin menggunakan obat dalam bentuk cairan manis atau
bentuk tablet yang dapat dikunyah, bersihkan gigi dengan segera setelah itu atau
sedikitnya biarkan anak minum air untuk mencuci mulut.
2.4 Konsep Karies Gigi
2.4.1 Pengertian
Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi meliputi email, dentin dan
sementum yang bersifat kronik progresif dan disebabkan aktivasi jasad renik
dalam karbohidrat tang dapat diragikan, ditandai dengan demeniralisasi jaringan
keras dan diikuti kerusakan zat organiknya (Mansjoer A, 2002).
28
Dalam Bahasa Yunani, kata ”ker” artinya kematian. Dalam Bahasa Latin
berarti kehancuran. Karies merupakan pembentukan lubang pada permukaan gigi
yang disebabkan oleh kuman (Aziz Ahmad Srigupta, 2004).
Menurut Kamus Kedokteran Dorland edisi 2006, karies adalah
pembusukan atau kematian molekular suatu tulang, yang menjadi lunak, berubah
warna dan keropos.
2.4.2 Bentuk-Bentuk Karies
1. Berdasarkan Cara Meluasnya Karies
1) Penetriende karies
Karies meluas dari email ke dentin dalam bentuk kerucut. Perluasan secara
penetrasi yaitu merembes ke arah dalam.
2) Unterminirende karies
Karies yang meluas dari email ke dentin dengan jalan meluas ke samping
sehingga menyebabkan bentuk seperti periuk.
2. Tingkatan Karies Berdasarkan Stadium Karies
1) Karies superfisialis
Karies yang mengenai email, sedangkan dentin belum terkena.
2) Karies media
Karies yang mengenai email dan dentin, belum melebihi setengah dentin.
3) Karies profunda
Karies yang mengenai email, dentin dan pulpa yang terdiri dari 3 stadium :
29
(1) Stadium I
Melewati setengah dentin, belum sampai pulpa dan radang pulpa belum
dijumpai.
(2) Stadium II
Adanya pelapisan tipis yang membatasi karies dengan pulpa dan terdapat
keradangan pulpa.
(3) Stadium III
Pulpa terbuka dan terdapat keradangan pulpa.
3. Tingkatan Karies Berdasarkan Lokasi Karies
1) Klas I
Karies terdapat pada oclusal meliputi pus dan fiscure dari gigi premolar dan
molar pada bagian posterior gigi anterior di foramen caecum.
2) Klas II
Karies yang terdapat pada bagian aproximal gigi molar atau premolar
meluas ke oclusal.
3) Klas III
Karies yang terdapat pada bagian aproximal dan gigi depan, belum
mencapai 3
1 incisal gigi.
4) Klas IV
Karies yang terdapat pada bagian aproximal dan gigi depan, mencapai 3
1
incisal gigi.
30
5) Klas V
Karies yang terdapat pada bagian 3
1 leher gigi depan maupun belakang
pada permukaan labial, lingual, palatinal atau bukal dari gigi.
4. Berdasarkan Banyaknya Permukaan Gigi Yang Terkena
1) Simpel karies
Karies pada satu permukaan gigi misalnya pada labial, bukal, lingual,
mesial, distal, oclusal.
2) Komplek karies
Karies yang meluas dan mengenai lebih dari satu bidang permukaan gigi
misalnya pada mesio incisal, disto incisal, mesto oclusal.
5. Indeks Untuk Melihat Tingkat Keparahan Karies
Menurut Panda (2008) dan Ismu Suharsono Suwelo (1992), untuk melihat
kedalaman atau tingkat keparahan karies gigi kriteria yang digunakan adalah
sebagai berikut :
1. C0 : Tidak karies = 0
2. C1 : Karies hanya mengenai email saja = 1
3. C2 : Karies telah mencapai dentin = 2
4. C3 : Karies telah mencapai pulpa = 3
5. C4 : Karies telah mengenai akar gigi = 4
31
2.4.3 Etiologi
1. Menurut Arif Mansjoer (2002), faktor-faktor internal karies meliputi :
1) Bakteri
Sifat kariogenik berkaitan dengan kemampuan untuk : Membentuk asam
kondisi dari substrat atau asidogenik, menghasilkan kondisi dengan pH rendah
yakni kurang dari 5, bertahan hidup dan memproduksi asam terus-menerus pada
kondisi pH rendah asidurik, melekat pada permukaan licin gigi, menghasilkan
polisakarida tak larut dalam saliva dan cairan dari makanan guna membentuk
plak.
Tiga jenis bakteri yang sering mengakibatkan karies, yaitu :
(1) Lactobacillus
Populasinya dipengaruhi oleh kebiasaan makan. Tempat yang paling
disukai adalah lesi dentin. Jumlah yang banyak ditemukan pada plak dan dentin
berkaries hanya kebetulan dan dianggap sebagai faktor pembantu proses karies.
(2) Streptococcus
Bakteri Gram positif ini adalah penyebab utama karies dan jumlahnya
terbanyak di dalam mulut. Salah satu spesiesnya yaitu Streptococcus mutans,
lebih asidurik dibandingkan yang lain dan dapat menurunkan pH medium hingga
4,3. Streptococcus mutans terutama terdapat pada populasi yang banyak
mengkonsumsi sukrosa.
(3) Aktinomises
Semua spesies aktinomises memfermentasikan glukosa, terutama
membentuk asam laktat, asetat, suksinat dan asam format. Actinomyses viscosus
32
dan Actinomyses naeslundli mampu membentuk karies akar, fisur dan merusak
periontium.
2) Karbohidrat
Karbohidrat makanan menyediakan subtrat untuk sintesa asam dan
polisakrida ekstra sel bagi bakteri. Karbohidrat sederhana akan meresap ke dalam
plak dan di metabolisme dengan cepat oleh bakteri, karena sintesa polisakarida
ekstra sel dan sukrosa lebih cepat dari glukosa, fruktosa dan laktosa maka sukrosa
bersifat paling kariogenik yang dianggap sebagai etiologi utama. Kariogenesitas
karbohidrat bervariasi menurut frekuensi makan, bentuk fisik, komposisi kimia,
cara masuk dan adanya zat lain dalam makanan.
3) Kerentanan permukaan gigi
(1) Morfologi gigi
Daerah gigi dimana mudah terjadi plak sangat mudah diserang karies,
yaitu pits dan fiscure permukaan oclusal molar dan premolar. Permukaan halus
daerah aproximal, tepi leher gigi sedikit di atas gingiva, permukaan akar terbuka,
dekat gigi tiruan, tepi tambahan.
(2) Lingkungan gigi
Gigi selalu dibasahi saliva secara normal. Jumlah dan ibu saliva, derajat
keasaman, kekentalan dan kemampuan buffer berpengaruh pada terjadinya karies.
Saliva mampu meremineralisasi karies dini mengandung ion kalsium (Ca) dan
fosfat (P).
33
(3) Posisi gigi
Posisi keluar, rotasi atau situasi tak normal lainnya menyebabkan kesulitan
pembersihan pada gigi.
4) Waktu
Kemampuan saliva untuk meremineralisasi selama proses karies, terdiri
atas periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti sehingga karies
menghancurkan gigi tidak dalam hitungan hari atau minggu namun dalam
hitungan bulan dan tahun.
2. Menurut Ismu Suharsono Suwelo Tahun 1992, mengatakan bahwa faktor
eksternal timbulnya karies gigi sulung meliputi :
1) Usia
Sejalan dengan bertambahnya usia seseorang, jumlah kariespun akan
bertambah karena faktor resiko terjadinya karies akan lebih lama berpengaruh
terhadap karies.
2) Jenis kelamin
Prevalensi karies gigi tetap perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki
demikian juga halnya pada anak-anak. Hal ini disebabkan karena erupsi gigi anak
perempuan lebih cepat dari anak laki-laki sehingga anak perempuan lebih lama
berhubungan dengan faktor resiko terjadinya karies.
3) Suku bangsa
Perbedaan prevalensi karies dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi,
pendidikan, makanan, cara mencegah karies dan jangkauan kelayakan kesehatan
gigi yang berbeda di setiap suku.
34
4) Letak geografis
Terjadinya fluorosis daerah dengan kadar fluor tinggi sehingga prevalensi
karies sangat rendah.
5) Kultur sosial penduduk
Perbedaan ini dipengaruhi oleh pendidikan dan penghasilan yang
berhubungan dengan diet, keselarasan merawat gigi dan lain-lain, selain itu juga
perbedaan suku, budaya, lingkungan dan agama. Penduduk perkotaan dan
pedesaan juga memiliki perbedaan kultur sosial dan perilaku.
6) Pengetahuan, kesadaran dan kebiasaan orang tua
Fase perkembangan anak usia 5 tahun ke bawah masih sangat tergantung
pada pemeliharaan dan bantuan orang dewasa, terutama ibu. Kesehatan gigi dan
mulut anak usia pra sekolah, ditentukan oleh kesadaran sikap dan perilaku serta
pendidikan ibunya.
2.4.4 Patofisiologi
Teori-teori yang menjelaskan terjadinya karies dalam bukunya Arif
Mansjoer (2002) menjelaskan :
1. Teori asidogenik
Miller (1882) dalam Arief Mansjoer (2002) menyatakan kerusakan gigi
adalah proses kemoparasiter yang terdiri dari 2 tahap, yakni dekalsifikasi email
sehingga kerusakan total pada email dan dekalsifikasi dentin pada tahap awal
diikuti pelarutan residunya yang lebih melunak. Asam dihasilkan oleh bakteri
asidogenik dalam fermentasi karbohidrat yang dapat mendekalsifikasi dentin,
35
karbohidrat, mikroorganisme, asam dan plak gigi berperan dalam proses
pembentukan karies.
2. Teori preteotik
Gottlielo (1994) dalam Arief Mansjoer (2002) menyatakan karies
merupakan proses proteolitis bahan organik dan jaringan keras gigi oleh produk
bakteri. Mikroorganisme menginvasi jalan organik dan merusak bagian organik.
Proteolisis disertai pembentukan asam yang memproduksi pigmen sehingga
menimbulkan pigmentasi kuning yang merupakan ciri karies yang disebabkan
oleh produksi pigmen oleh bakteri proteolitik.
3. Teori protelisi kelasi
Schatz (1995) dalam Arief Mansjoer (2002) berpendapat kelasi adalah suatu
pembentukan kompleks logam melalui ikatan kovalen koordinat yang
menghasilkan suatu kelasi. Teori ini menyatakan bahwa serangan bakteri dimulai
oleh mikroorganisme yang keratinolitik dan terdiri dari perusakan protein dan
komponen organik email, terutama keratin. Sehingga membentuk zat yang dapat
menjadi kelat dan larut dengan komponen-komponen mineral gigi sehingga terjadi
dekalsifikasi email pada pH netral atau basa.
2.4.5 Manifestasi Klinik
Gambaran klinis karies email menurut Arif Mansjoer (1999) yaitu:
1. Lesi dini atau lesi bercak putih/ coklat (karies insipien)
2. Lesi lanjut (lesi yang telah mengalami kavitasi)
Menurut Martha Mozartha (2004) karies ditandai dengan adanya lubang
pada jaringan keras gigi, dapat berwarna coklat atau hitam. Gigi berlubang
36
biasanya tidak terasa sakit sampai lubang tersebut bertambah besar dan mengenai
persyarafan dari gigi tersebut. Pada karies yang cukup dalam, biasanya keluhan
yang sering dirasakan pasien adalah rasa ngilu bila gigi terkena rangsang panas,
dingin, atau manis. Bila dibiarkan, karies akan bertambah besar dan dapat
mencapai kamar pulpa, yaitu rongga dalam gigi yang berisi jaringan syaraf dan
pembuluh darah. Bila sudah mencapai kamar pulpa, akan terjadi proses
peradangan yang menyebabkan rasa sakit yang berdenyut. Lama kelamaan,
infeksi bakteri dapat menyebabkan kematian jaringan dalam kamar pulpa dan
infeksi dapat menjalar ke jaringan tulang penyangga gigi, sehingga dapat terjadi
abses.
2.4.6 Komplikasi
Menurut Nelson (1999) komplikasi dari karies gigi jika tidak segera
ditangani akan menghancurkan sebagian besar gigi dan menyebar ke jaringan
sekitarnya, menyebabkan infeksi dan rasa sakit. Invasi mikroba ke pulpa gigi
mempercepat respon radang (pulpitis) yang menimbulkan rasa sakit pada gigi.
Pulpitis dapat menjelek menjadi nekrosis dengan invasi bakteri ke tulang alveolus
dapat menyebabkan abses gigi. Proses ini dapat menimbulkan nyeri hebat disertai
infeksi dan sepsis pada daerah luka. Infeksi periapikal gigi sulung dapat
mengganggu perkembangan normal gigi tetap penggantinya.
2.4.7 Penatalaksanaan
Menurut Martha Mozartha (2004) biasanya perawatan yang diberikan
adalah pembersihan jaringan gigi yang terkena karies dan penambalan (restorasi).
Bahan tambal yang digunakan dapat bermacam-macam, misalnya resin komposit
37
(penambalan dengan sinar dan bahannya sewarna gigi), glass ionomer cement,
kompomer, atau amalgam (sudah mulai jarang digunakan). Pada lubang gigi yang
besar dibutuhkan restorasi yang lebih kuat, biasanya digunakan inlay atau onlay,
bahkan mungkin mahkota tiruan. Pada karies yang sudah mengenai jaringan
pulpa, perlu dilakukan perawatan saluran syaraf. Bila kerusakan sudah terlalu luas
dan gigi tidak dapat diperbaiki lagi, maka harus dilakukan pencabutan.
Usaha-usaha pencegahan yang dilakukan di antaranya:
1. Sikat gigi dengan pasta gigi berfluoride dua kali sehari, pada pagi hari setelah
sarapan dan malam hari sebelum tidur.
2. Lakukan flossing sekali dalam sehari untuk mengangkat plak dan sisa makanan
yang tersangkut di antara celah gigi-geligi.
3. Hindari makanan yang terlalu manis dan lengket, juga kurangi minum
minuman yang manis seperti soda.
4. Lakukan kunjungan rutin ke dokter gigi tiap 6 bulan sekali.
5. Perhatikan diet pada ibu hamil dan pastikan kelengkapan asupan nutrisi, karena
pembentukan benih gigi dimulai pada awal trimester kedua.
6. Penggunaan fluoride baik secara lokal maupun sistemik.
2.4.8 Pengobatan
Menurut Nelson (1999) bila pencabutan gigi diindikasikan terapi juga
harus mengarah pada masalah gigi disekitar tempat pencabutan akan merubah
posisinya. Terutama pada pertumbuhan gigi sulung dalam usaha mencegah
terjadinya malposisi tetap penggantinya.
Infeksi gigi terlokalisasi di unit dento alveolar dapat dikelola dengan cara
lokal (misalnya pencabutan, pulpektomi). Antibiotik diindikasikan pada penderita
38
dengan daya tahan terganggu, penyembuhan luka terganggu atau beresiko
endokarditis. Antibiotik biasanya diberikan secara rutin pada infeksi gigi yang
menyebar ke struktur-struktur di luar dento alveolar. Penisilin, klindamisin dan
vankomisin merupakan alternatif untuk penderita yang demikian. Pengendalian
rasa sakit disesuaikan dengan kebutuhan, kombinasi asetamenofen dengan kodein
yang diberikan per oral biasanya adekuat.
39
2.5 Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
Gambar 2.5 Kerangka Konsep Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang
Perawatan Gigi Dengan Kejadian Karies Pada Anak Pra Sekolah di
TK Aisyiyah Bustanul Athfal II Perumnas Made Lamongan Bulan
Nopember 2009.
Faktor -faktor eksternal timbulnya
karies gigi sulung:
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Pengetahuan:
1. Tahu (know)
2. Memahami (comperhension)
3. Aplikasi (aplication).
4. Analisis (analysis)
5. Sintesis (synthesis)
6. Evaluasi (evaluation)
4. Suku bangsa
5. Letak geografis
6. Kultur sosial
7. Kesadaran dan kebiasaan orang
tua : praktik hygiene oral, aliran
saliva dan adanya fluoride di
dalam air dan odol
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
pengetahuan :
1. Pendidikan
2. Pekerjaan
3. Umur
4. Minat
5. Pengalaman
6. Kebudayaan
lingkungan
7. Informasi
Faktor internal
terjadinya karies:
1. Bakteri
2. Karbohidrat
makanan
3. Kerentanan
permukaan gigi
4. Waktu
Karies gigi pada
anak pra sekolah:
1. C0 : Tidak
karies = 0
2. C1 : Karies
hanya mengenai
email saja = 1
3. C2 : Karies
telah mencapai
dentin = 2
4. C3 : Karies
telah mencapai
pulpa = 3
5. C4 : Karies
telah mengenai
akar gigi = 4
40
Penjelasan :
Dari kerangka konsep dapat dinyatakan bahwa karies gigi dipengaruhi
oleh faktor-faktor internal yang meliputi bakteri, karbohidrat makanan,
kerentanan permukaan gigi dan waktu serta dipengaruhi faktor-faktor eksternal
yang meliputi jenis kelamin, suku bangsa, letak geografis, kultur sosial penduduk,
pengetahuan, kesadaran dan kebiasaan orang tua. Penelitian ini meneliti salah satu
faktor eksternal terjadinya karies yaitu pengetahuan. Dalam hal ini pengetahuan
ibu tentang perawatan gigi dengan kejadian karies pada anak pra sekolah.
2.6 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau
pertanyaan penelitian (Nursalam, 2008).
H1 : Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan gigi
dengan kejadian karies pada anak pra sekolah di TK Aisyiyah Bustanul
Athfal II Perumnas Made Lamongan Bulan Nopember 2009.
41
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan
observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena
(Hidayat A.Azis Alimul, 2007). Desain penelitian merupakan suatu strategi
penelitian dalam mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir
pengumpulan data dan mendefinisikan struktur dimana penelitian dilaksanakan
(Nursalam, 2003).
Desain penelitian dalam penelitian ini adalah menggunakan metode
analitik yaitu mencari keterkaitan antara dua variabel, pendekatannya dengan cara
cross sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran
atau observasi variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat
(Nursalam, 2003).
3.2 Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 17 sampai 19 Nopember 2009,
dengan tempat penelitian di TK Aisyiyah Bustanul Athfal II Perumnas Made
Lamongan.
42
3.3 Kerangka Kerja
Kerangka kerja merupakan bagian kerja terhadap rancangan kegiatan
penelitian yang akan dilakukan, meliputi siapa yang akan diteliti, dan variabel
yang berhubungan dengan penelitian (Hidayat A.Azis Alimul, 2007).
Kerangka kerja dalam penelitian ini dapat digambarkan secara skematis
sebagai berikut:
Gambar 3.3 Kerangka Kerja Penelitian Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu
Tentang Perawatan Gigi Dengan Kejadian Karies Pada Anak Pra
Sekolah Di TK Aisyiah Bustanul Athfal II Perumnas Made
Lamongan Bulan Nopember 2009.
Populasi : Seluruh anak pra sekolah di TK Aisyiah Bustanul Athfal II
Perumnas Made Lamongan dan ibunya sebanyak 102 bulan Nopember 2009
Sampling : Simple Random Sampling
Sampel :Sebagian anak pra sekolah di TK Aisyiah Bustanul Athfal II
Perumnas Made Lamongan dan ibunya sebanyak 81 bulan Nopember 2009
yang sesuai dengan kriteria inklusi
Pengetahuan ibu tentang
perawatan gigi
Pengolahan dan Analisa Data : Editing, coding, tabulating, scoring, uji Rank
Spearman
Kejadian karies pada anak
pra sekolah
Pungumpulan Data : Kuesioner tertutup dan Lembar observasi
Penyajian hasil
Penarikan kesimpulan
43
3.4 Identifikasi Variabel
Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai
berbeda terhadap sesuatu (Nursalam, 2003).
Variabel dalam penelitian ini adalah :
3.4.1 Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang nilainya menentukan variabel
lain (Nursalam, 2003). Variabel independen dalam penelitian ini adalah
pengetahuan ibu tentang perawatan gigi.
3.4.2 Variabel Dependen
Variabel Dependen adalah variabel akibat atau variabel yang terpengaruh
variabel lain (Soekidjo Notoatmodjo, 2002). Variabel dependen dalam penelitian
ini adalah kejadian karies pada anak pra sekolah di TK Aisyiah Bustanul Athfal II
Perumnas Made Lamongan.
3.5 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati
dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2003).
44
Tabel 3.5 Definisi Operasional Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang
Perawatan Gigi Dengan Kejadian Karies Pada Anak Pra Sekolah Di
TK Aisyiah Bustanul Athfal II Perumnas Made Lamongan Bulan
Nopember 2009.
Variabel Definisi
operasional
Indikator Alat
ukur
Skala Skor
Variabel
independen
Pengetahuan
ibu tentang
perawatan
gigi
Sesuatu yang
diketahui ibu
yang diperoleh
dari jawaban
yang benar dari
20 pertanyaan
tentang
perawatan gigi
pada anak pra
sekolah
1. Tahu
(pengertian,
susunan, jumlah
dan fungsi gigi
pada soal
kuasioner no 1-
8)
2. Memahami
(pengertian,
penyebab dan
cara mencegah
gigi berlubang/
karies pada soal
kuasioner no 9-
20)
3. Aplikasi
(Perawatan gigi
dengan
demonstrasi
menggosok
gigi)
Kuesioner
tertutup
Ordinal Benar : 1
Salah : 0
1. Kurang
Bila nilai benar
< 56%
2. Cukup
Bila nilai benar
56-75%
3. Baik
Bila nilai benar
76-100%
Variabel
dependen
Keajadian
karies pada
anak pra
sekolah
Suatu kelainan
gigi berlubang
yang terjadi pada
anak pra sekolah
Observasi gigi :
1. Email
2. Dentin
3. Pulpa
4. Akar
Lembar
observasi
Ordinal 1. C0 : Tidak
karies = 0
2. C1 : Karies
hanya mengenai
email saja = 2
3. C2 : Karies telah
mencapai dentin
= 2
4. C3 : Karies telah
mencapai pulpa
= 3
5. C4 : Karies telah
mengenai akar
gigi = 4
45
3.6 Populasi Sampling dan Sampel
3.6.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Soekidjo Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh ibu
dan anak pra sekolah di TK Aisyiah Bustanul Athfal II Perumnas Made
Lamongan sebanyak 102 bulan Nopember 2009.
3.6.2 Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat
mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara – cara yang ditempuh untuk
pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar – benar sesuai dengan
keseluruhan objek penelitian (Nursalam, 2003).
Dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling yaitu
pengambilan sampel secara acak sederhana dengan cara undian (Soekidjo
Notoatmodjo, 2005), yaitu responden/ ibu sebanyak 102 diminta untuk mengisi
lembar kuesioner selanjutnya kuesioner di acak atau di undi oleh peneliti sampai
peneliti memperoleh sampel yang diharapkan sebanyak 81, sedangkan anak pra
sekolah diobservasi giginya sebanyak 102 siswa selanjutnya lembar observasi
diacak atau di undi sampai peneliti memperoleh sampel 81 siswa. Peneliti
melakukan cara ini karena untuk menjaga etika dalam penelitian.
3.6.3 Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti
dan dianggap mewakili seluruh populasi (Soekidjo Notoatmodjo, 2005). Sampel
penelitian ini adalah sebagian ibu dan anak pra sekolah di TK Aisyiyah Bustanul
46
Athfal II Perumnas Made Lamongan bulan Nopember 2009, dengan
menggunakan perhitungan rumus besar sampel adalah sebagai berikut:
d N Z p q
n N Z p q
- + × ×
× × ×
= 2
2
( 1)
Keterangan:
n : Perkiraan jumlah sampel
N : Perkiraan besar populasi
Z : Nilai standar normal untuk α = 0,05 (1,96)
p : Perkiraan proporsi
q : 1-p
d : Tingkat kesalahan yang dipilih (d = 0,05 )
(Nursalam, 2003)
Rumus besar sample finith
Diketahui
N : 102 q : 0.5
d : 0.05 n : 81
p : 0.5
d N p q
n N Z p q
- +S × ×
× × ×
= 2
2
( 1)
(0,05) (102 1) (1,96) 0,5 0,5
102 (1,96) 0,5 0,5
2 2
2
× - + × ×
× × ×
=
(0,0025) (101) (3,8416) (0,25)
102 (3,8416) (0,25)
× + ×
× ×
=
80,765768 81responden
1,2129
97,9608
0,2525 0,9604
102 0,9604 = = =
+
×
=
47
3.6.4 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian dapat
mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel (Nursalam,
2003).
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
1. Anak usia 3-5 tahun yang bersekolah di TK Aisyiyah Bustanul Athfal II
Perumnas Made Lamongan dan ibunya bulan Nopember 2009.
2. Ibu dari anak pra sekolah di TK Aisyiyah Bustanul Athfal II Perumnas Made
Lamongan bulan Nopember 2009 yang bersedia untuk diteliti dan
menandatangani inform consent.
3. Ibu anak pra sekolah di TK Aisyiyah Bustanul Athfal II Perumnas Made
Lamongan bulan Nopember 2009 yang hadir saat pengambilan data.
3.7 Pengumpulan dan Analisa Data
3.7.1 Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan
proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian
(Nursalam, 2003).
1. Proses pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara meminta ijin dari Akademik dan
Kepala Sekolah TK Aisyiah Bustanul Athfal II Perumnas Made Lamongan,
pengumpulan data dimulai dengan mengundang dan mengumpulkan para ibu dan
anak TK di gedung sekolah selanjutnya peneliti akan menjelaskan maksud dan
tujuan penelitian dan meminta persetujuan pada responden untuk menandatangani
48
lembar persetujuan (informed consent), kemudian proses pengumpulan data
dimulai dengan menyebarkan kuesioner atau angket kepada para ibu dan
memberikan petunjuk cara pengisian kuesioner, yaitu dengan memberi tanda
silang (x) pada salah satu jawaban yang telah disediakan dan melakukan observasi
kepada responden yang sebelumnya telah dilakukan pendekatan oleh peneliti.
2. Instrumen
Instrumen adalah alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan kuesioner dan observasi. Adapun yang dimaksud dengan
kuesioner adalah daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, jenis
pertanyaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah closed ended atau
pertanyaan tertutup dalam bentuk multiple choice yaitu pertanyaan yang
menyediakan alternatif jawaban dan responden hanya memilih diantaranya sesuai
dengan pendapatnya (Soekidjo Notoatmodjo, 2005). Kuesioner ini digunakan
untuk memperoleh data mengenai pengetahuan ibu tentang perawatan gigi,
observasi adalah pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dan secara cermat
mendefinisikan apa yang diamati melalui perencanaan yang matang terhadap
fakta-fakta yang ada pada subyek, yang sudah tersusun sesuai pengelompokannya,
pencatatan dan pemberian kode terhadap hal-hal yang sudah ditetapkan.
(Nursalam, 2003). Observasi dalam penelitian ini untuk mengetahui kejadian
karies pada anak pra sekolah di TK Aisyiah Bustanul Athfal II Perumnas Made
Lamongan yang hasilnya akan di catat didalam lembar observasi.
49
3.7.2 Analisa Data
Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan pengolahan data. Langkahlangkah
analisis data:
1. Editing
Editing yaitu upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan (Hidayat A.Azis Alimul, 2007). Untuk dapat
melakukan pengolahan data dengan baik, data tersebut perlu diperiksa kembali di
tempat sekolah apakah telah sesuai seperti yang diharapkan atau tidak. Dalam
penelitian ini semua data yang ada pada responden sudah terisi lengkap atau
belum, tulisannya jelas atau tidak, sehingga tidak perlu dilakukan pengambilan
responden baru.
2. Coding
Coding yaitu merupakan kegiatan pemberian kode numerik (numerik)
terhadap data yang terdiri atas beberapa katogori (Hidayat A.Azis Alimul, 2007).
Dengan kode dimana jika responden menjawab dengan benar diberi nilai 1 dan
jika jawaban salah diberi nilai 0, dengan jumlah pertanyaan 20. Dan jika gigi tidak
karies diberi kode 0, karies mengenai email saja diberi kode 1, karies mengenai
dentin diberi kode 2, karies mengenai pulpa diberi kode 3 dan karies mengenai
akar diberi kode 4.
3. Scoring
Memberikan skor atau nilai pada jawaban responden jawaban benar diberi
nilai atau skor 1 sedangkan jawaban yang salah diberi nilai atau skor 0. Hasil
50
jawaban responden yang telah diberi skor dijumlahkan dan dibandingkan dengan
jumlah tertinggi yaitu 20 lalu dikalikan 100% .
Rumusnya adalah:
N = 100%
Sm
Sp
x å
å
Keterangan:
N : Persentase
S Sm : Jumlah skor tertinggi
S Sp : Jumlah skor yang didapat (Sugiyono, 2006)
Kemudian data di interprestasikan dengan modifikasi penerikan kesimpulan.
Standart penilaian pengatahuan menurut Nursalam (2003) yaitu:
1) Pengetahuan baik : 76 – 100% atau benar 16 – 20 soal
2) Pengetahuan cukup : 56 – 75% atau benar 12 – 15 soal
3) Pengetahuan kurang : ≤ 55% atau benar < 11 soal
4. Tabulating
Tabulating yaitu pengorganisasian data sedemikian rupa agar dengan
mudah dapat dijumlah, disusun, dan ditata untuk disajikan dan dianalisis
(Budiarto, 2001).
5. Uji statistika
Data yang sudah terkumpul diolah dan diidentifikasi, kemudian untuk
pengujian masalah penelitian menggunakan uji Spearman, untuk mengetahui
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, dengan rumus
menurut (Hidayat A.Azis Alimul, 2007) :
( 1)
6
1 2
2
-
= - å
n n
d
rs
51
Keterangan
rs : Nilai korelasi Spearman Rank
d : Selisih setiap pasangan Rank
n : Jumlah pasangan Rank untuk Spearman (5< n > 30)
Dengan menggunakan perangkat lunak komputer program Statistical
Product and Service Solutions (SPSS) 16.0 for windows dengan derajat
kemaknaan ρ≤0,05, artinya ada hubungan antara dua variabel maka H1 diterima.
6. Pembacaan hasil uji statistika
Dengan menggunakan perangkat lunak komputer program Statistical
Product and Service Solutions (SPSS) 16.0 for windows.
7. Cara penarikan kesimpulan
Kesimpulan yang mungkin dibuat berdasarkan kriteria atau standart yang
ditentukan. Standart penilaian pengatahuan menurut Nursalam (2003) yaitu:
1) Pengetahuan baik : 76 – 100%
2) Pengetahuan cukup : 56 – 75%
3) Pengetahuan kurang : ≤ 55%
Untuk menentukan prosentase frekuensi jawaban responden dengan cara
membandingkan jumlah jawaban responden dari masing-masing pertanyaan
dengan jumlah keseluruhan responden. Adapun rumusnya sebagai berikut :
= ´100% å
N
F
P
Keterangan :
P : Prosentase jawaban responden
Σ F : Frekuensi jawaban responden
N : Jumlah responden
52
Dari hasil analisa data tersebut akan diinterpretasikan dengan skala :
100% : Seluruhnya, 76%-99% : Hampir seluruh, 51%-75% : Sebagian besar, 50%
: Setengah, 26%-49% : Hampir setengah, 1%-25% : Sebagian kecil, 0% : Tidak
satupun (Arikunto, 1998).
Sedangkan standart penilaian karies menurut Panda (2008) dan Ismu Suharsono
Suwelo (1992) yaitu :
1) C0 : Tidak karies = 0
2) C1 : Karies hanya mengenai email saja = 1
3) C2 : Karies telah mencapai dentin = 2
4) C3 : Karies telah mencapai pulpa = 3
5) C4 : Karies telah mengenai akar gigi = 4
8. Piranti/ alat yang digunakan untuk menganalisa (manual/ digital)
Proses pengolahan data dibantu dengan menggunakan perangkat lunak
komputer program Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 16.0 for
windows.
3.8 Etika Penelitian
Etika yang mendasari dilaksanakannya suatu penelitian, meliputi:
3.8.1 Informed Concent atau Lembar Persetujuan Menjadi Reponden
Lembar persetujuan peneliti diberikan kepada responden. Persetujuan
diberikan pada subjek yang akan diteliti oleh peneliti, sehingga subjek mengetahui
maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang diteliti selama pengumpulan
data. Jika subjek bersedia diteliti maka harus ditandatangani lembar persetujua,
53
tetapi jika subjek menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan
tetap menghormati haknya (Hidayat A.Azis Alimul, 2007).
3.8.2 Confidentiality atau Kerahasiaan
Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh subjek dijamin oleh peneliti,
hanya kelompok data saja yang akan disajikan atas laporan hasil penelitian
(Hidayat A.Azis Alimul, 2007).
3.8.3 Anonimity atau Tanpa Nama
Untuk menjaga kerahasiaan subjek, peneliti tidak mencantumkan nama
subjek pada lembar pengumpulan data, cukup diberi kode atau nomor tertentu
pada lembar tersebut (Hidayat A.Azis Alimul, 2007).
3.9 Keterbatasan (Limitasi)
1 Keterbatasan waktu yang singkat dari bulan Nopember sampai Desember dan
sehingga hasilnya kurang sempurna.
2 Peneliti membuat sendiri semua pertanyaan yang ada dalam kuisioner
sehingga hasil validitas dan reliabilitasnya kurang sempurna.
3 Peneliti dalam melakukan observasi yang masih menggunakan peralatan yang
sederhana sehingga hasilnya kurang sempurna.
54
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini diuraikan tentang hasil penelitian dalam 2 bagian yaitu data
umum dan data khusus. Data umum meliputi gambaran umum lokasi penelitian
dan karakteristik responden yang terdiri dari umur, pendidikan, pekerjaan,
sedangkan data khusus terdiri dari pengetahuan ibu tentang perawatan gigi dan
data hasil observasi yaitu kejadian karies pada anak pra sekolah serta hubungan
tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan gigi dengan kejadian karies pada anak
pra sekolah.
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Data Umum
1. Gambaran Lokasi Penelitian
Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Bustanul Athfal II Perumnas Made
Lamongan adalah lembaga pendidikan pra sekolah yang diselenggarakan oleh
yayasan Aisyiyah Ranting Perumnas Made dan mempunyai komitmen yang
kuat terhadap pendidikan Islam modern yang berkualitas.
Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Bustanul Athfal II Perumnas Made
Lamongan didirikan pada tahun 1997. Sejak tahun 2005/2006 TK ini telah
menempati gedung baru milik sendiri seluas 576 m2 dan tempat bermain
(halaman) yang cukup luas. Adapun batas wilayah TK ini adalah sebelah
timur berbatasan dengan jalan Made Karyo, sebelah barat berbatasan dengan
55
jalan Made Dadi, sebelah utara berbatasan dengan jalan Raya Sugio, dan
sebelah selatan berbatasan dengan jalan Made Taman.
Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Bustanul Athfal II Perumnas Made
Lamongan dalam pembelajaran menerapkan pola SELLING (Sentra dan
Lingkaran) / BCCT yaitu sebuah metode pengajaran yang menempatkan siswa
pada posisi proporsional. Atau konsep belajar dimana guru menghadirkan
dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antar
pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Semakin dikenal dan diterimanya TK ini oleh masyarakat luas, jumlah
murid tiap tahunnya makin bertambah dalam 4 tahun terakhir mencapai 120
siswa. Dan jumlah siswa pada tahun ini adalah 160 siswa, meliputi TK A 45
siswa, TK B 57 siswa, dan Play Group 58 siswa.
2. Karakteristik Responden
1) Karakteristik Ibu
(1) Kelompok Umur
Jumlah ibu dalam penelitian ini adalah 81 orang. Distribusi ibu
berdasarkan umur dikelompokkan per 10 tahun, seperti pada gambar
diagram sebagai berikut:
56
1%
41%
48%
10%
Umur
< 20 thn
20-30 thn
31-40 thn
> 41 thn
Gambar 4.1 Diagram Distribusi Umur Ibu Di TK Aisyiyah Bustanul Athfal
II Perumnas Made Lamongan Bulan Nopember Tahun 2009
Dari Gambar 4.1 dapat dijelaskan bahwa hampir setengah ibu
berumur 31-40 tahun sebanyak 39 ibu (48%) dan sebagian kecil 1 ibu
berumur < 20 tahun sebanyak 1 ibu (1%).
(2) Kelompok Pendidikan
1%
14%
58%
27%
Pendidikan
SD
SLTP
SLTA
PT
Gambar 4.2 Diagram Distribusi Tingkat Pendidikan Ibu Di TK Aisyiyah
Bustanul Athfal II Perumnas Made Lamongan Bulan
Nopember Tahun 2009
Dari Gambar 4.2 di atas dapat dijelaskan bahwa sebagian besar
ibu berpendidikan SLTA sebanyak 47 ibu (58%) dan sebagian kecil
ibu berpendidikan SD sebanyak 1 ibu (1%).
57
(3) Kelompok Pekerjaan
41%
20%
22%
17%
Pekerjaan
Tidak Bekerja
PNS
Swasta
Wiraswasta
Gambar 4.3 Diagram Distribusi Pekerjaan Ibu Di TK Aisyiyah Bustanul
Athfal II Perumnas Made Lamongan Bulan Nopember Tahun
2009
Berdasarkan Gambar 4.3 di atas dapat dijelaskan bahwa hampir
setengah ibu tidak bekerja sebanyak 33 ibu (41%) dan sebagian kecil
ibu bekerja wiraswasta sebanyak 14 ibu (17%).
2) Karakteristik Anak
(1) Kelompok Umur
20%
39%
41%
Umur
3 thn
4 thn
5 thn
Gambar 4.4 Diagram Distribusi Umur Anak Di TK Aisyiyah Bustanul Athfal
II Perumnas Made Lamongan Bulan Nopember Tahun 2009
58
Berdasarkan Gambar 4.4 di atas dapat dijelaskan bahwa hampir
setengah anak berumur 5 tahun sebanyak 33 anak (41%) dan sebagian
kecil anak berumur 3 tahun sebanyak 16 anak (20%).
(2) Kelompok Jenis Kelamin
54%
46%
Jenis Kelamin
Perempuan
Laki-laki
Gambar 4.5Diagram Distribusi Jenis Kelamin Anak Di TK Aisyiyah
Bustanul Athfal II Perumnas Made Lamongan Bulan Nopember
Tahun 2009
Berdasarkan Gambar 4.5 di atas dapat dijelaskan bahwa
sebagian besar anak berjenis kelamin perempuan sebanyak 44 anak
(54%) dan hampir setengah anak berjenis kelamin laki-laki sebanyak
37 anak (46%).
4.1.2 Data Khusus
1. Distribusi pengetahuan ibu tentang perawatan gigi
Tabel 4.1 Distribusi Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Gigi Di TK Aisyiyah
Bustanul Athfal II Perumnas Made Lamongan Bulan Nopember Tahun
2009
No Pengetahuan Jumlah Persentase
1. Kurang 10 12,3
2. Cukup 19 23,5
3. Baik 52 64,2
Jumlah 81 100
59
Pada tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar ibu
dengan pengetahuan baik sebanyak 52 ibu (64,2%), dan sebagian kecil ibu
dengan pengetahuan kurang sebanyak 10 ibu (12,3%).
2. Distribusi kejadian karies pada anak pra sekolah
Tabel 4.2 Distribusi Kejadian Karies Di TK Aisyiyah Bustanul Athfal II
Perumnas Made Lamongan Bulan Nopember Tahun 2009
No Karies Jumlah Persentase
1. Tidak karies 23 28,4
2. Karies mengenai email 16 19,7
3. Karies mengenai dentin 17 21,0
4. Karies mengenai pulpa 19 23,5
5. Karies mencapai akar 6 7,4
Berdasarkan tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa hampir setengah
anak yang tidak mengalami karies sebanyak 23 anak (28,4%) dan sebagian
kecil yang mengalami karies mencapai akar sebanyak 6 anak (7,4%).
3. Tabel silang hubungan pengetahuan ibu tentang perawatan gigi dengan
kejadian karies pada anak pra sekolah
Tabel 4.3 Distribusi Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Gigi Dengan Kejadian
Karies Pada Anak Pra Sekolah Di TK Aisyiyah Bustanul Athfal II
Perumnas Made Lamongan Bulan Nopember Tahun 2009
No
Pengetahuan
Ibu
Tidak
Karies
%
Karies Jumlah
Karies
email % Karies
dentin % Karies
pulpa % Karies
akar % Tot %
1 Kurang 0 0 1 10 1 10 5 50 3 30 10 100
2 Cukup 3 15,8 6 31,6 7 36,8 2 10,5 1 5,3 19 100
3 Baik 20 38,5 9 17,3 9 17,3 12 23,1 2 3,8 52 100
Jumlah 23 28,4 10 19,8 17 21 19 23,5 6 7,4 81 100
60
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang
mempunyai pengetahuan baik sebanyak 52 ibu (64,2%) dimana hampir
setengah anaknya tidak karies sebanyak 20 anak (38,5%) dan sebagian
kecil anaknya mengalami karies mencapai akar sebanyak 2 anak (3,8%).
Sedangkan sebagian kecil ibu yang mempunyai pengetahuan kurang
sebanyak 10 ibu (12,3%) dimana setengah anaknya mengalami karies
mencapai pulpa sebanyak 5 anak (6,2%) dan tidak satupun anaknya tidak
karies sebanyak 0 anak (0%).
Selain itu diperkuat dengan korelasi spearman yang menunjukkan
bahwa ada korelasi nilai sebesar -0,314 dengan signifikansi sebesar 0.004
(p < 0,05) dengan arah korelasi negatif. Artinya, semakin baik tingkat
pengetahuan ibu maka anak tidak mengalami karies. Sebaliknya semakin
kurang tingkat pengetahuan ibu maka semakin tinggi kejadian karies pada
anak. Berdasarkan hasil pengujian dengan uji Rank Spearman Corelation
menunjukkan bahwa antara tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan
gigi dengan kejadian karies di TK Aisyiyah Bustanul Athfal II Perumnas
Made Lamongan mempunyai hubungan yang signifikan (bermakna).
4.2 Pembahasan
4.2.1 Tingkat Pengetahuan Ibu
Berdasarkan hasil tabulasi data dari tabel 4.2 didapatkan sebagian besar
ibu mempunyai pengetahuan baik sebanyak 52 (64,2%), dan sebagian kecil ibu
yang mempunyai pengetahuan kurang sebanyak 10 ibu (12,3%).
61
Dari fakta diatas sebagian besar ibu mempunyai pengetahuan baik, hal ini
bisa dipengaruhi oleh pendidikan ibu yang sebagian besar berpendidikan SLTA
sehingga ibu masih mudah menerima informasi dan pada akhirnya makin banyak
pula pengetahuan yang dimilikinya. Tetapi disisi lain hampir setengah ibu
berpendidikan PT maka bisa dikatakan bahwa selain pendidikan, pengetahuan
juga dipengaruhi oleh pengalaman dan informasi dimana jika responden dengan
pendidikan tinggi tetapi tidak mempunyai pengalaman dan informasi tentang
perawatan gigi khususnya karies maka pengetahuan responden tentang perawatan
gigipun kurang, sebaliknya jika responden dengan pendidikan rendah tetapi
mempunyai pengalaman dan informasi seperti pernah menerima informasi dan
penyuluhan-penyuluhan tentang perawatan gigi maka pengetahuan responden
tentang perawatan gigi semakin tinggi. Pengalaman bisa diperoleh dari
pengalaman sendiri atau orang lain, baik secara formal misalnya melalui jalur
pendidikan maupun non formal misalnya melalui penyuluhan. Hal ini sesuai teori
menurut Wahid Iqbal Mubarak (2007) pendidikan berarti membimbing yang
diberikan seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat
memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang
makin mudah pula mereka menerima informasi, dan akhirnya makin banyak pula
pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya
rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan,
informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Selain pendidikan, pengalaman
dan informasi juga merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan.
Pengalaman merupakan Suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam
62
berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan Kemudahan untuk memperoleh
suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh
pengetahuan yang baru.
4.2.2 Kejadian Karies Pada Anak Pra Sekolah
Berdasarkan hasil tabulasi data dari gambar 4.4 diperoleh data bahwa
hampir setengah anak yang tidak karies sebanyak (28,4%) dan sebagian kecil
yang mengalami karies mencapai akar sebanyak (7,4%) dimana setengah anaknya
mengalami karies mencapai pulpa sebanyak 5 anak (6,2%).
Dari setengah anak yang mengalami karies mencapai pulpa, sebagian besar
anak berumur lebih tua dibandingkan dengan anak yang tidak mengalami karies.
Ini menandakan bahwa semakin tinggi usia anak maka semakin beresiko terjadi
karies sehingga jika dari awal anak sudah mengalami gigi karies maka di usia
dewasa nanti akan lebih banyak gigi yang mengalami karies, hal ini bisa
disebabkan salah satunya karena di usia dewasa semakin banyak mengkonsumsi
berbagai jenis makanan dan minuman. Dengan sifatnya yang kariogenik, makanan
dan minuman akan bertahan hidup disela-sela gigi dan akan memproduksi asam
dan lama kelamaan akan terbentuk plak pada gigi sehingga gigi lebih beresiko
mengalami karies. Hal ini ditunjang dengan teori menurut Ismu Suharsono
Suwelo (1992) bahwa salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya karies yaitu
usia dimana sejalan dengan bertambahnya usia seseorang, jumlah kariespun akan
bertambah karena faktor resiko terjadinya karies akan lebih lama berpengaruh
63
terhadap karies. Dan teori menurut Arif Mansjoer (2002) bahwa bakteri bersifat
kariogenik berkaitan dengan kemampuan untuk : Membentuk asam kondisi dari
substrat atau asidogenik, menghasilkan kondisi dengan pH rendah yakni kurang
dari 5, bertahan hidup dan memproduksi asam terus-menerus pada kondisi pH
rendah asidurik, melekat pada permukaan licin gigi, menghasilkan polisakarida
tak larut dalam saliva dan cairan dari makanan guna membentuk plak.
Pada penelitian ini selain usia, jenis kelamin juga mempengaruhi
terjadinya karies pada anak pra sekolah. Hal ini terlihat dari hasil penelitian bahwa
sebagian besar anak yang mengalami karies berjenis kelamin perempuan karena
anak perempuan cenderung giginya lebih sensitif terhadap makanan atau
rangsangan apa saja yang mengenai giginya sehingga jika makanan terlalu lama
didalam gigi maka gigi akan terjadi pengikisan dan mudah mengalami karies. Hal
ini sesuai dengan teori menurut Ismu Suharsono Suwelo (1992) bahwa faktor lain
yang menyebabkan terjadinya karies adalah jenis kelamin yaitu prevalensi karies
gigi tetap perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki demikian juga halnya
dengan anak-anak. Hal ini disebabkan karena erupsi gigi anak perempuan lebih
cepat dari anak laki-laki sehingga anak perempuan lebih lama berhubungan
dengan faktor resiko terjadinya karies.
4.2.3 Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Gigi Dengan
Kejadian Karies Pada Anak Pra Sekolah
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang
mempunyai pengetahuan baik sebanyak 52 ibu (64,2%) dimana hampir setengah
anaknya tidak karies sebanyak 20 anak (38,5%) dan sebagian kecil ibu yang
64
mempunyai pengetahuan kurang sebanyak 10 ibu (12,3%). Dan hasil korelasi
Spearman yang menunjukkan bahwa ada korelasi nilai sebesar -0,314 dengan
signifikansi sebesar 0.004 (p < 0,05) dengan arah korelasi negatif. Artinya,
semakin baik tingkat pengetahuan ibu maka anak tidak mengalami karies.
Sebaliknya semakin kurang tingkat pengetahuan ibu maka semakin tinggi
kejadian karies pada anak. Berdasarkan hasil pengujian dengan uji Rank
Spearman Corelation menunjukkan bahwa antara tingkat pengetahuan ibu tentang
perawatan gigi dengan kejadian karies di TK Aisyiyah Bustanul Athfal II
Perumnas Made Lamongan mempunyai hubungan yang signifikan (bermakna).
Seperti yang kita ketahui bahwa jika pengetahuan ibu baik, terutama
pengetahuan tentang perawatan gigi maka anak tidak akan mudah mengalami
karies gigi karena ibu bisa mengajarkan dengan memberikan bantuan salah
satunya dengan menggosok gigi. Oleh karena itu, dengan tingkat pengetahuan
yang baik tentang perawatan gigi, maka ibu dapat melakukan perawatan gigi
kepada anaknya agar pertumbuhan dan perkembangan gigi mereka tidak terjadi
suatu kelainan gigi salah satunya yaitu karies gigi. Hal ini juga senada dengan
teori menurut Ismu Suharsono Suwelo (1992) bahwa pengetahuan, kesadaran dan
kebiasaan orangtua menentukan kesehatan gigi dan mulut pada anak pra sekolah
karena pada fase perkembangan anak usia 5 tahun ke bawah masih sangat
tergantung pada pemeliharaan dan bantuan orang dewasa, terutama ibu.
65
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di TK Aisyiyah Bustanul Athfal II
Perumnas Made Lamongan dari tanggal 17 sampai 19 Nopember 2009. Sampel
pada penelitian ini adalah ibu dan anak pra sekolah yang berjumlah 81 orang
didapatkan hasil sebagai berikut :
5.1.1 Sebagian besar ibu di TK Aisyiyah Bustanul Athfal II Perumnas Made
Lamongan berpengetahuan baik.
5.1.2 Hampir setengah dari anak di TK Aisyiyah Bustanul Athfal II Perumnas
Made Lamongan tidak mengalami karies.
5.1.3 Ada hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Gigi Dengan
Kejadian Karies Pada Anak Pra Sekolah Di TK Aisyiyah Bustanul Athfal
II Perumnas Made Lamongan.
5.2 Saran
Dengan melihat hasil simpulan diatas, maka ada beberapa saran dari
penulis yakni sebagai berikut :
5.2.1 Bagi Orang Tua
Diharapkan orang tua khususnya ibu tetap meningkatkan pengetahuannya
dengan menjaga perawatan gigi anak pra sekolah agar anak tidak mudah
mengalami karies.
66
5.2.2 Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat mempertahankan peran petugas
kesehatan khususnya perawat dengan tetap memberikan edukasi pada orang tua
khususnya ibu dalam mencegah kejadian karies pada anak pra sekolah. Dan
sebagai sarana pembanding bagi dunia ilmu pengetahuan dalam memperkaya
informasi tentang kejadian karies pada anak pra sekolah.
5.2.3 Bagi Profesi Sarjana Keperawatan
Untuk mengatasi karies dan mencegah komplikasi yang tidak diinginkan
perlu meningkatkan program perencanaan perawatan kesehatan gigi. Untuk
memudahkan informasi pada orang tua terutama ibu perlu menyediakan leafletleaflet
tentang perawatan gigi dan karies. Disamping itu perlu meningkatkan
penyuluhan tentang perawatan gigi untuk mencegah karies.
5.2.4 Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai studi pendahuluan untuk
mengembangkan penelitian lainnya terutama dalam upaya mencegah terjadinya
karies pada anak pra sekolah. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan
dengan memperluas variabel yang diduga juga dapat mempengaruhi karies, antara
lain usia, jenis kelamin, suku bangsa, letak geografis, kultur sosial, kebiasaan dan
kesadaran orang tua.

1 komentar: